Minggu, 31 Oktober 2010

BELAHAN JIWA

Diantara begitu banyaknya kesedihan

Tuhan selipkan sebuah kebahagiaan

Akhirnya aku menemukanmu ……

Kaulah belahan jiwa yang Tuhan berikan kepadaku



Kau bawa hatiku bersamamu

Ku bawa hatimu bersamaku

Kaulah keajaiban yang terpisah dari bintang

Kaulah akar cinta dari semua cinta



Aku tak lagi menginginkan dunia

Karena kaulah duniaku

Aku tak lagi peduli akan nasibku

Karena kaulah suratan yang Tuhan tulis untukku



Kaulah bahagia dari semua lara

Kaulah tawa dari semua kesedihan

Kaulah harapan dari keajaiban jiwa

Kaulah mimpi yang akhirnya menjadi kenyataan



Jakarta, 19 september 2009 Espesially for my soulmate

RINDU PART 3

Kasih …..
Ingin kucurahkan isi hatiku
Saat dadaku bergemuruh rindu
Sedang apa kau disana ?
Rindu juakah kau kepadaku?

Kasih …..
Tiba tiba aku merindukanmu
Saat ku tahu kau telah pergi dariku
Kemana kau sembunyikan wajahmu ?
Hingga berlalu dari hadapanku ?

Kasih ……..
Apa kau tahu ?
Sejak melihatmu pergi meninggalkanku
Hari hariku terasa membosankan…
Wajah dan warnamu memenuhi setiap ruang hatiku
Ada senyummu, tatapanmu juga suaramu
Sungguh ……….
Tanpa ku sadari kau telah mengganggu hatiku

Namun rindu ini harus kusimpan sendiri
Aku tak bisa menjadi tanpa batas dimatamu…
Ataupun selalu ada disisimu saat kau butuh aku..
Aku tak bisa lagi menerima janji indahmu dulu
Karena tak mungkin lagi rindu kita bertemu

Kau ……dan Aku …….
Sekarang hanyalah tinggal kenangan
Karena hatiku tak lagi utuh untukmu
Juga hatimupun tak lagi utuh untukku

Mengapakah kita harus berpisah??
Saat hati ini tlah kubagi untukmu
Derai canda kita tlah tersapu oleh badai
Mungkin sebaiknya kita sudahi kerinduan ini

RINDU PART 2

Hari ini tanpa sengaja
Ku buka lembar memori cinta kita
Gelora jiwaku meruntun hiba
Ingin rasanya ku selalu bersamamu

Kasih ……
Gersang hatiku dipadang kesepian
Hingga lewat hembusan angin
Kutitipkan kerinduanku yang pekat
Agar aku segera bertemu denganmu

Ingin rasanya kutelan waktu
Agar secepatnya kulihat wajahmu
Lalu kau biarkan aku bersandar dibahumu
Mengurai rasa resah dan gelisah

Kasih …..
Bawalah hatiku bersamamu
Agar sirnalah resah didada ini
Rinduku telah mengharu biru
Menunggumu di sudut hatiku
Karena tak bisa lagi kuberhenti untuk mencintaimu


Jakarta, 25 Mei 2010 (Dibuat sesuai dengan permintaan seorang teman yang mengaku rindu kepada kekasihnya, semoga bisa mewakili perasaanya!!! Suit ..... suit .....)

RINDU PART 1

Cinta ………….
Akhir akhir ini hariku tak berwarna lagi
Aku kehilanganmu meski sesaat
Rindu yang ada didada ini
Seolah tak memberiku celah tuk bernafas

Cinta ……
Aku selalu memanggilmu dalam hati
Dan kau tak pernah ada
Sedang apa kau disana?
Apakah kau juga menguntai rindu untukku?

Cinta ……
Sekarang tak bisa lagi kusentuh dirimu
Jarak sepertinya tak merelakan kita bertemu
Namun aku tak pernah bosan merangkai rindu
Karena bayangmu selalu mengganggu hatiku

Cinta …….
Aku akan terus menunggumu disini
Ditempat kita melabuhkan janji untuk bersama
Aku telah menuliskan namamu dihatiku
Semoga tak seorangpun mampu menghapusnya
Karena terlalu lama kau tak ada


Jakarta, 14 Mei 2010 (Puisi ini kubuat atas permintaan seorang teman yang mengaku rindu dengan kekasihnya ....... hm... semoga mampu mewakili perasaannya!!!)

DIA MILIKMU!!!

Mulai hari ini ……..
Aku ingin tegaskan kepadamu
Tak usah lagi hatimu meradang
Karena terbakar oleh api cemburu

Dia milikmu seutuhnya
Tak pernah sedikitpun
Hatinya terbagi untukku
Aku tak pernah terlintas dipikirannya

Aku memang mencintainya
Tapi cuma aku sendiri, dia tidak!
Jadi jangan khawatir!
Aku akan mengambilnya darimu

Baginya ……
Aku hanyalah seorang sahabat
Sepasang telinga yang tak pernah bosan mendengar
Hati yang tak pernah lelah untuk berbagi
Pundak yang nyaman untuk bersandar
Hanya untuk itu ……
Selebihnya ….dia tetap milikmu

Seluas apapun hatinya,
Aku tak akan pernah muat berada disana
Semua tempat dihatinya telah terisi
Penuh dengan namamu dan namamu
Tak satu celahpun dihatinya tertulis namaku

Kadang ini memang menyakitkan untukku
Cintaku terlalu besar untuk disingkirkan
Hatiku sering meronta meminta kebebasan
Namun aku tak punya nyali, untuk melepasnya pergi
Aku masih terus mencintainya


Mungkin kau sendiri …..
Tak pernah mencintainya sepertiku
Kau tak punya hati sebesar hatiku
Kau tak memahaminya seperti aku memahaminya
Tapi dia tetap memilihmu dan bukan aku!!

Sering kulihat dia menatapmu
Bola matanya yang indah mengerjap
Senyumnya sungguh tulus dan bahagia
Dia tak akan pernah berpaling darimu
Dia sangat mencintaimu

Aku sendiri suka tak mengerti
Kenapa aku masih mencintainya
Kenapa hatiku rela tersakiti
Sedang ku tahu hatinya bukan untukku
Semua hanya untukmu

Tentu saja!
Anganku pernah menginginkannya
Hatikupun masih tetap mengharapkannya
Namun aku sadar
Hatinya tidak pernah buatku
Sedikit pun tidak pernah

Siang malam yang dipikirkannya hanya kamu
Hanya kamu, kamu dan cuma kamu,
Jadi jangan kau patahkan hatinya,
Aku tak akan pernah rela ……
Kalau sampai itu terjadi!

Teman …..
Kau tak perlu takut lagi
Melihatnya bersamaku
Karena sekalipun aku ingin mengambilnya darimu
Aku tak akan pernah bisa
Karena baginya, aku tak pernah ada!
Dia akan selamanya milikmu


Jakarta, 28 Mei 2010 (Love is blaen!!!)

SAHABAT

Ketika hati ini bisa bernyanyi

Bersama rumput, bersama bunga

Selalu ku ingat dirimu

Karena kaulah sumber kegembiraanku



Kau hadir mewarnai hidupku

Bersamamu aku berbagi dunia

Selalu ada tawa diantara kita

Selalu ada canda merajai hati kita

Kaulah sahabat yang selalu ada untukku



Kau laksana mutiara sebening cinta

Kasih sayangmu sehalus sutra

Ketulusan hatimu layaknya embun

Yang selalu menyegarkan hatiku

Begitulah ……

Tak ada jalinan seindah persahabatan kita



Terima kasih untuk senyum

Saat kita bertemu

Terima kasih untuk kegembiraan

Saat kita berjalan bersama

Terima kasih untuk kepercayaan

Saat kita saling berbagi cerita

Kaulah hadiah terbaik

Yang telah Tuhan berikan untukku

KEKASIH DALAM KENANGAN

Semua manusia dibumi ini tak pernah bisa lepas dari kenangan dan masa silam. Karena kenangan adalah harta yang tak boleh dilepaskan. Banyak yang bisa kita petik dari semua kenangan itu, asalkan kita tak terpaku dan hidup dalam kenangan itu sendiri. Ah ….. itu hanyalah teoriku Kawan! Kau jangan percaya dengan apa yang aku tulis barusan, karena aku sendiri masih terbelenggu dan terpaku dalam kenangan tentang seseorang dimasa silamku. Kau tahu, kenapa bertahun tahun lamanya aku menyusuri kenangan tentang seseorang itu sendiri? Karena kenangan yang kumiliki terlalu indah sekaligus menyakitkan untuk dihapuskan. Aku ingin bercerita, tetapi tidak untuk dikasihani, ini hanyalah sebuah pernyataan bahwa diantara luka dan sepi yang telah hadir lewat kenangan kenangan itu, terselip juga kebahagiaan. Lalu kenangan seperti apa yang kau miliki Kawan?

Sekarang aku perawan tua, usiaku sudah 36 tahun, dalam hidupku aku hanya mencintai satu laki laki. Setahun yang lalu Ibuku pernah hampir menikahkan aku dengan laki laki pilihannya. Namun aku menolaknya. Aku mengatakan bahwa aku sudah memiliki laki laki pilihan yang akan menikahiku nantinya. Sampai ibuku merasa bosan dengan seribu macam alasan yang kubuat untuk menolak semua laki laki pilihannya yang akan dijodohkan denganku. Sedang laki laki yang aku harapkan menikahiku, ia telah menghilang entah kemana.

Ia adalah laki laki pilihanku. Laki laki yang mengajarkanku tentang banyak hal dalam hidup ini. Laki laki yang setiap kali aku mengingatnya, jantungku masih saja terus berdebar debar sampai sekarang. Laki laki yang telah merubah jalan hidupku sejak aku berkenalan dengannya. Laki laki yang sebenarnya aku tidak ingin menyebutkan namanya lagi dalam hidupku. Dan laki laki yang……….ah luka aku bila mengingatnya.

Laki laki itu memang nyaris sempurna. Ia lumayan tampan. Bahkan ia tidak memiliki satu celapun dimataku. Tatapannya sangat tajam, perawakannya bagus, senyumnyapun terlalu manis untuk dilihat. Tampilan fisiknya boleh dibilang nilainya Delapan. Rambutnya selalu tersisir rapi, dan bau badannyapun terasa wangi. Ia juga laki laki yang bisa dimasukkan ke dalam kelompok laki-laki supel yang gampang akrab.

Saat pertama kali aku melihat wajahnya, tak sedikitpun aku menduga akan jatuh cinta padanya. Bagiku ini sebuah musibah, kenapa aku harus jatuh cinta kepadanya. Karena ketertarikanku padanya membuat jalan hidupku berubah. Aku melihatnya saat pertandingan basket antar kampus yang selalu diadakan setiap tahun untuk memperingati ulang tahun universitasku. Waktu itu dia menyapaku terlebih dahulu dengan segala keramahan yang dimilikinya. “Hai , kamu dari Universitas Bintara kan? Dia bertanya kepadaku, sebagai alasan untuk menyapaku terlebih dahulu. “Eh iya, kamu pasti bukan dari Bintara kan? Kalau dari Bintara, pasti kamu kenal aku!” aku berusaha membalikkan pertanyaannya sambil bercanda, pertanda akupun menyambut uluran perkenalan darinya.

Obrolan demi obrolanpun mengalir dengan lancar saat perkenalan itu. Mulai dari masalah kampus sampai menyangkut kemasalah masalah umum, yang akhirnya mengarah kepribadi. Semua begitu lancar mengalir lewat obrolan kita berdua. Baru beberapa menit kita berkenalan, sepertinya kita sudah seperti sahabat yang akrab saja. Sepertinya bukan hanya kepadaku saja ia bersikap hangat, terbukti ia selalu menyapa dengan ramah setiap orang yang dikenalnya.

Aku tidak pernah berpikir, dia akan tertarik kepadaku. Aku merasa bukan jajaran perempuan yang mampu menaklukkan hatinya. Tetapi setelah pertemuan itu, ia mulai rajin menelponku dan kamipun akhirnya menjadi teman dekat. Bila ada kesempatan luang, diapun rajin berkunjung kerumahku.
Dia benar benar pria yang hangat, menarik dan tak pernah kehabisan bahan cerita. Akupun langsung memiliki alasan untuk tertarik kepadanya. Tetapi aku sedikit kecewa, karena sepanjang pengamatanku, begitu banyak para perempuan yang mengelilinginya sekedar berebut simpatinya. Dan yang aku lihat, ia begitu menikmati setiap suasana dimanapun ia berada, terutama ditengah tengah kerumunan para perempuan itu. Jatuh dari perempuan satu keperempuan yang lainnya, sepertinya sudah menjadi tradisi dalam hidupnya.

Suatu kali aku pernah bertanya kepadanya “Kenapa kamu suka sekali berganti ganti pacar sih?” Ia menjawab sambil bercanda “Hidup ini hanya sekali, lahir sekali, mati sekali, seharusnya jatuh cinta juga sekali ya? Tapi sepertinya aku tidak bisa hidup tanpa perempuan ha…ha…ha…!” Aku tertawa mendengar kelakarnya. Begitulah ia selalu menceritakan tentang perempuan perempuan yang tertarik dengannya atau sebaliknya perempuan perempuan cantik yang dirasa menarik hatinya. Namun meski begitu, aku sama sekali tidak menemukan cela sedikitpun untuk sekedar membencinya. Aku bahkan melihat auranya menjadi sedemikian cemerlang dimataku. Semakin aku mengenalnya lebih dekat, ia semakin menjadi laki laki yang benar benar menarik. Akupun dibuatnya kasmaran.

Hubungan kami semakin dekat, bahkan lebih dekat dibandingkan dengan perempuan perempuan yang dipacarinya. Hampir semua perempuan yang ingin dipacarinya, selalu dikenalkannya kepadaku, kemudian ia selalu meminta pendapatku, apakah perempuan yang dikenalkannya itu pantas untuk dipacari atau tidak. Ia bilang “ keputusan ada ditanganmu lho!” “ Sally pantas tidak jadi pacarku?” katanya suatu kali setelah ia mengenalkan seorang perempuan yang bernama Sally. Meski hatiku kadang terasa nyeri,aku selalu menjawab pertanyaannya dengan tulus dan jujur, kalau memang perempuan itu menarik , aku bilang menarik, sebaliknya kalau tidak pantas buat dijadikan pacar ya aku bilang tidak. Sebenarnya seringkali aku dibakar oleh api cemburu ketika ia menghampiri dan merayu perempuan lain. Dadaku semakin sesak ketika perempuan yang dirayunya juga meladeni dengan senyum dan tawa. Aku benar benar merasa sudah dibodohkan oleh sebuah perasaan bernama cinta. Tapi aku tidak pernah menyalahkannya, karena bagiku ia memang pantas untuk dicintai. Aku bahkan membenci perempuan perempuan yang telah mampu menaklukkan hatinya.

Sampai suatu kali yang tak terduga, entah angin apa yang sedang berhembus. Tiba tiba ia menyatakan perasaannya kepadaku. Hatiku seperti bedug yang dipukul bertalu talu. Aku tak mampu menahan gejolak perasaanku, lidahku terasa kelu, sehingga tak terjawab pertanyaannya “Apakah aku juga mencintainya?”. Hanya karena aku diam tak bicara saat dihadapannya, maka ia berpikir, aku tidak mencintainya. Sehingga pertemuan kali itu melukainya, ia merasa tertolak, bahkan sepertinya ia merasa aku telah melukai harga dirinya. Sejak saat itu ia mulai menghindariku, bahkan ia tidak mau menerima telponku. Aku ingin menjelaskan keadaanku waktu ia menyatakan cintanya kepadaku. Tapi ia sudah tidak mau lagi menemuiku. Aku menyesali diriku saat itu, kenapa bibirku harus tertutup rapat saat hatiku bersorak karena cinta? Baginya semua sudah terlambat, bahkan saat aku mengirimkan sepucuk surat cinta untuk mengungkapkan perasaanku yang sesungguhnya, saat itupun ia sama sekali tak menghiraukanku. Setelah kejadian itu aku mulai belajar melupakannya, tapi aku benar benar tak berdaya menahan gejolak perasaaan yang kumiliki. Bahkan hatiku semakin dipenuhi oleh seluruh bayangannya. Sepi tanpa warnapun mulai mengakrabi hidupku sejak kejadian itu. Episode kelabu ini selalu menjadi kenangan yang menyesakkan dadaku.

Hari berganti hari, minggu berganti minggu bahkan tahunpun telah berganti baru, aku tidak pernah lagi bisa menemuinya. Semakin hari kerinduanku kepadanya semakin menyesak didada. Hatiku terkoyak karena kerinduan yang mendalam. Aku merasa terpenjara dalam bayang bayangnya. Dan semua itu meletihkan jiwaku. Hanya kenangan indah yang aku miliki bersamanya, yang mampu mengobati semua luka hatiku. Aku benar benar telah kehilangannya. Tak sepatah katapun yang ia ucapkan untuk sekedar mengucap kata berpisah, semua musnah hanya karena sebuah kesalah pahaman belaka. Ada yang pernah bilang “cinta itu seperti musim salju, ketika musim itu berakhir maka ia tidak akan menampakkan bekasnya”. Tapi kenapa cinta yang kumiliki tidak seperti itu? Bahkan yang kurasakan semakin hari, aku semakin mencintainya. Aku bahkan tetap setia menanti laki laki itu, bersama mimpi-mimpi yang kurajut setiap hari.

Sampai suatu hari setelah kejadian itu, lima tahun telah berlalu, ia tiba tiba mengubungi aku kembali. Hatiku kembali berbunga bunga oleh perasaan cinta saat mendengarkan suaranya. Aku tidak pernah tahu, untuk apa ia menghubungiku kembali, bahkan ia bersikap seolah tidak pernah terjadi sesuatu antara aku dengannya dimasa lalu. Ia sama sekali tidak mengungkit peristiwa yang pernah terjadi diantara kita. Namun aku sama sekali tidak peduli lagi, bagiku mendengar suara serta mengetahui keberadaannya, itu saja sudah cukup mengobati perasaan rinduku. Setelah malam itu, berlanjut kemalam malam yang lain, ia selalu rajin menelponku. Hari hari yang kumiliki kembali semakin menggairahkan. Aku sama sekali tidak berani menerka apa arti semua telpon dan perhatiannya kepadaku. Kunikmati saja semuanya, tanpa peduli dengan ceritanya bahwa ia telah bertunangan. Sampai akhirnya ia berniat untuk mengunjungiku. Tak bisa kulukiskan perasaanku saat itu, sejak hari kami menentukan tempat dan waktu untuk bertemu, tak henti hentinya aku terus bercermin didepan kaca. Aku ingin terlihat cantik saat bertemu dengannya, aku ingin tak sedikitpun cela saat ia melihatku nantinya. Hatiku masih saja berdebar debar membayangkan pertemuan itu. Pikiranku mengembara membayangkan seperti apa ia setelah lima tahun tak kulihat sosoknya.

Hening itu benar benar ada diantara aku dan ia. Ia tidak berubah sedikitpun, semua penilaianku masih sama seperti lima tahun yang lalu. Bahkan ia lebih menarik dan dewasa. Kami duduk saling berhadap hadapan. Yang aku lakukan hanya satu, yaitu terus menatap wajahnya tanpa malu malu. “Kenapa menatapku seperti itu?” ia mulai bersuara “ Eh, iya, ehm… kamu tidak berubah ya!” jawabku asal saja, demi menutupi debar jantungku yang serasa menggempur dada. “ Kamu yang berubah, kamu semakin cantik!” Kali ini ia berbicara sambil menatap mataku tajam. Aku benar benar dibuatnya tak mampu berkata kata dengan wajar. Kalimat kalimat yang aku sampaikan tak pernah tersusun dengan baik. Dan itulah kelemahanku, selalu saja tak berdaya berhadapan dengannya. Ia selalu membuatku bertingkah konyol dan sedikit memalukan. Aku hanya bisa memarahi diriku sendiri serta menyesali kelemahanku itu. Aku sangat menikmati malam pertemuan dengannya. Setelah debaran dadaku mampu kutenangkan, dan aku sudah mulai bisa mengontrol perasaanku, cerita demi cerita mengalir dengan derasnya. Kali ini hanya ada aku dan dirinya, tidak ada cerita tentang orang lain. Aku ingin waktu berhenti pada saat ini untuk selamanya, supaya tidak ada lagi kisah sedih yang harus aku lalui bersama sepi karena merindukannya. Akhirnya aku mampu menyelesaikan episod manis ini sebagai kenangan yang tak terlupakan. Pertemuan pertama setelah lima tahun tak berjumpa. Kau tentu bisa merasakan, betapa bahagianya aku malam itu Kawan.

Tidak ada ruang lagi dihatiku untuk laki laki lain, semua telah dipenuhi olehnya. Bagiku tidak ada cerita yang lebih indah dan membahagiakan saat aku bersamanya. Tidak peduli ia seperti apa, tidak peduli ia siapa, bahkan aku tidak pernah peduli dengan pertunangannya, seperti yang ia ceritakan kepadaku. Kunikmati saja hari hari yang kulalui bersamanya. Dan seperti mimpi yang akhirnya menjadi kenyataan, ia bercerita bahwa ia telah memutuskan pertunangannya dengan alasannya yang cukup klise “ Kami memang sudah tidak cocok lagi!”. Akupun sangat bahagia mendengar ceritanya, meski disisi yang lain aku tahu, aku sedang berbahagia diatas luka perempuan lain. Setelah ia memutuskan pertunangannya, hubungan kamipun semakin dekat. Meskipun ia tidak menyatakan perasaannya kepadaku, aku tahu ia juga mencintaiku. Bagiku sikapnya sudah cukup menggambarkan perasaannya. Kali ini aku dibuatnya kasmaran lebih dalam lagi terhadapnya.

Malam itu kami menikmati makan malam yang sangat romantis, untuk merayakan hari jadi kami berdua. Kebetulan yang sangat membahagiakan adalah kami lahir pada tahun dan bulan yang sama, hanya selisih satu hari pada tanggalnya. Kau tahu Kawan, ini adalah moment yang paling indah dalam hidupku. Mungkin aku terlalu berlebihan, tapi benar…….. perasaanku tak dapat dilukiskan oleh kuas terindah dan termahal sekalipun yang ada dimuka bumi ini. Setiap detik yang kurasakan adalah getaran getaran indah yang serasa menekan didada. Aku tahu iapun merasakan hal yang sama. Kulihat matanya yang selalu berbinar saat menatapku. Sesekali tangannya yang hangat menggenggam jemariku. Akupun membalasnya dengan penuh cinta . Kemudian tibalah saat yang menyedihkan itu. Acara berakhir, dan aku harus berpisah dengannya. Waktu begitu kejam merenggut segala yang ada, kenapa semua yang indah dibumi ini selalu saja segera berlalu ? Aku tidak pernah menduga kalau malam perayaan ulang tahun kami berdua itu adalah terakhir kali aku melihatnya. Setelah itu ia tidak pernah lagi menghubungiku. Tiba tiba saja ia pergi tanpa mengatakan apapun juga. Tak sedikitpun firasat ia akan pergi meninggalkanku. Untuk mendapatkan cinta kadang memang butuh keberanian, tak peduli malu dan dianggap murahan, tetap harus maju dan berjuang untuk meraihnya. Seharusnya aku memintanya untuk menjelaskan apa makna dibalik sikapnya saat itu. Tapi kebahagiaan sesaat itu membuatku lupa untuk bertanya “Apa yang sebenarnya ia rasakan saat bersamaku?” Kadang aku berpikir “ Apakah sebenarnya ia pernah mencintaiku selama ini? Kalau ia benar benar mencintaiku, kenapa ia harus pergi meninggalkanku?” Apakah kau tahu jawabnya Kawan? Kenapa ia melakukan ini kepadaku? Apakah ia hadir kembali hanya untuk menyakitiku? Ini adalah episode yang paling membahagiakan sekaligus paling menyakitkan buat hatiku.

Dan semua kejadian Lima tahun yang lalu itu terulang kembali, seperti sebuah film yang terulas dengan jelas. Laki laki itu menghilang lagi, ia pergi meninggalkanku kembali setelah aku semakin mencintainya. Aku telah mencarinya ketempat dimana ia mungkin berada. Tetapi semua tempat itu tak pernah memberi jawaban tentang keberadaannya. Akhirnya, aku merasa pencarianku terhadapnya sia-sia. Kucari ia sampai ke ujung mimpi. Aku selalu memanggilnya dalam hatiku, ku nanti ia lewat hari hariku, dengan seluruh kerinduan. Tetapi kehampaan yang kudapati, ia seperti hilang tertelan bumi. Malam demi malam, selalu kuimpikan laki laki yang kucintai itu. Kubiarkan diriku menikmati sepi yang diberikannya kepadaku. Aku tidak pernah tahu apakah ia juga merasakan kesepian yang sama. Entahlah, sampai kapan kubiarkan diriku tersesat dalam rimba pesona laki laki itu.

Dunia ini begitu penuh warna, tapi aku hanya memilih satu warna dalam hidupku. Semua berwarna abu abu dalam hidupku. Warna yang ada dipersimpangan antara hitam dan putih. Warna yang membuatku terbelenggu dalam sebuah kenangan terhadap seorang laki laki. Karena aku sudah tidak bisa lagi membedakan mana yang hitam dan mana yang putih. . Aku tak bisa merasai apa-apa kecuali rindu yang pekat setelah kehilangannya..

Begitulah ceritaku, sekarang laki laki itu hanya ada dalam kenanganku. Ia telah lama berlalu dari hidupku. Namun ia selalu ada disetiap penggalan cerita hidupku. Ia datang dan pergi seiring dengan detak waktuku. Menyisakan segores kenangan. Sesaat hadir menggores luka yang dalam, kemudian sesaat yang lain menghiasi waktuku dengan senyuman. Kau pasti menganggap aku adalah perempuan yang paling bodoh didunia ini. Mungkin anggapanmu benar, tapi aku memiliki alasan tersendiri untuk tetap menyimpan kenangan itu. Seperti bumi ini yang hanya satu, hatikupun hanya kuberikan untuk satu laki laki itu. Hidup ini adalah sebuah pilihan, dan aku sudah memutuskan untuk memilih mencintai laki laki itu, meski pilihanku jatuh kepada laki laki yang salah. Dan satu lagi, akupun cukup bahagia menjadi seorang perempuan dengan kisah yang paling manis. Meski aku tidak terlalu beruntung untuk mengabadikan kisah cintaku dalam sebuah pernikahan.


Bali , 10 Maret 2000

P U T U S

"Pokoknya aku minta putus, titik!"

"Sayang, kamu terlalu emosional. Pikir dong yang jernih, masih banyak celah untuk memperbaiki hubungan kita ini. Kita juga baru saja bertunangan!" ”Apa salah aku Yang!” Hendra berusaha meyakinkan Nina yang sudah hampir setahun dipacarinya itu.



"Hendra, aku sudah cukup bersabar menghadapi kamu. Aku mencari pacar untuk hidup bahagia, bukan sebaliknya. Kamu terlalu possesif. Aku merasa terkekang menjalani hubungan ini. Kali ini aku serius, aku sudah memikirkannya masak masak, dan kali ini aku tidak main main. Keputusanku sudah bulat, tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun”. Berapi api Nina berusaha mengungkapkan pilihannya untuk putus dengan Hendra.



"Sayang, I love you, I really really love you. Janganlah karena masalah kecil, hubungan kita jadi runyam begini. Aku minta maaf kalau salah. Aku mencintai kamu dan kamulah wanita pilihanku satu satunya yang akan mendampingi hidupku selamanya. Aku nggak bisa hidup tanpamu”. tutur lelaki yang nyaris frustasi dengan kekerasan hati pacarnya itu.



Laki-laki bernama Hendra itu duduk bersimpuh sambil memegangi tangan Nina. Sesekali dia mencium tangan Nina alias tunangannya itu. Nina yang duduk di kursi ruang tamu rumahnya berusaha melepaskan pegangan tangan Hendra. Namun hendra berusaha tetap memegang tangan Nina. Nina hanya bisa menghela napas, berusaha mengabaikan rengekan laki-laki yang hingga kini tidak ia mengerti bagaimana bisa terpilih menjadi tunangannya itu.



Hendra sama sekali bukan tipe laki laki yang dicarinya selama ini. Hanya saja Nina merasa usia telah memburunya, hingga ia perlu untuk memilih diantara beberapa laki laki yang masih berusaha mengejar ngejarnya. Dan akhirnya ia merasa Hendralah laki laki yang tepat saat itu. Itupun setelah ia didesak oleh semua keluarganya untuk segera menerima pinangan Hendra. Setengah hati Nina berusaha menerima laki laki yang diharapkan oleh keluarganya menjadi suaminya kelak itu. Dan hasilnya Nina gagal membawa hubungannya kegerbang pelaminan, semua harus berakhir memilukan. Begitulah cinta yang bertumpu pada sebuah keraguan hati, tak akan pernah kekal.



Nina masih ingat betul saat kuliah, seperti apa lelaki yang diidamkan menjadi suaminya alias pendamping hidupnya kelak. Tidak harus tampan seperti Ari wibowo, atau segagah Nicholas Saputra. Dalam keyakinan Nina, lelaki yang tampan atau terutama yang merasa sok tampan, cenderung tidak setia. Nina juga tidak mengidamkan lelaki yang kaya raya, karena lelaki kaya raya cenderung ingin kawin mininal dua.


Nina hanya menginginkan lelaki sederhana dan biasa saja, tapi harus pintar. Nggak peduli kerja sebagai apa asal dewasa, pintar dan setia. "Kekayaan bisa hilang, tetapi kepintaran akan ada selamanya," begitulah keinginan Nina suatu ketika.

“Sayang, please jangan putus ya?” Hendra mengaku mengaku salah.

“Aku nggak akan possesif lagi sama kamu. Swear itu nggak akan aku lakukan lagi”.

“Aku nggak akan cemburuan lagi deh!”.

“Aku juga nggak akan atur atur kamu lagi seperti dulu, asal kita tidak putus ya?” Hendra mengiba iba sedemikian rupa dihadapan Nina.

Namun keputusan hati Nina sudah bulat. Ia ingin putus dari Hendra titik.

“Kita sudah bertunangan Sayang! Hendra masih ingin meyakinkan Nina

“Lalu kenapa? Memang kalau kita sudah bertunangan, kita tidak boleh putus? Orang yang menikah saja banyak yang cerai”. Nina berusaha membela keputusannya.

“Ingat keluarga kita Nin! Hubungan kita sudah terlalu dekat, tidak asal berkencan seperti pasangan pasangan yang lain”.



Aku cinta mati padamu Nin, tak kan bisa aku hidup tanpamu. Jangan pernah meragukanku, aku pasti akan membuatmu bahagia. Pinta Hendra pedih. Dengan segala cara Hendra berusaha mengambil hati Nina kembali. Namun tak ada yang berubah dari hati Nina, ia masih saja mengeluarkan kalimat “Pokoknya aku ingin putus, titik! Kita sudah tidak bisa sejalan lagi”.



“Jangan bawa bawa keluarga dalam masalah kita Hen! Aku dan kamu yang menjalani hubungan ini, tidak ada sangkut pautnya dengan keluarga kita”.

Hendra menghela napas panjang. Ia berusaha memeluk Nina, namun tangan Nina menampiknya. "Nggak usah sok mesra. Keputusanku sudah final Hen”.

“Hen, aku yakin kamu pasti akan menemukan perempuan yang lebih baik dari aku”. Suara Nina mulai melunak memberikan alasan klise, seperti yang biasa diungkapkan oleh pasangan pasangan lain yang ingin mengakhiri hubungan mereka.

“Nggak usah diteruskan Nin, aku sudah muak dengan alasan alasan seperti itu. Kamu pasti juga akan mengatakan, bahwa cinta tidak harus memiliki bukan? Omong kosong semua itu!” Hendra mulai tidak bisa mengontrol emosinya, ia berbicara dengan tatapan matanya yang menahan marah.

“Maafkan aku Hen, bila ini berat untukmu. Tapi yang jelas, aku mau putus dari kamu titik”.

"Aku telepon Mama kamu dulu, aku butuh penjelasan, kenapa anaknya membatu seperti ini," Hendra menyela.

"Jangan bawa-bawa mamaku dalam masalah kita. Mama memang yang paling mendukung hubungan kita. Tapi bukan berarti Mama berhak mengatur keputusanku Hen. Lagian Mama pasti sangat sedih kalau kamu yang harus menjelaskan keretakan hubungan kita. Biar aku saja yang pelan pelan akan memberi penjelasan kepada

keluargaku “.

Laki laki bernama Hendra itu hanya bisa terdiam membisu menanggapi sikap Nina yang keras itu. Hatinya begitu hancur, terlihat dari matanya yang kelihatan merah menahan lara.

"Sayang, coba pikir baik-baiklah keputusanmu itu."

"Sudah tidak bisa, sekali putus tetap putus titik”.

"Jangan ngotot begitu, kamu nanti menyesal sendiri lho, Sayang!" "Menyesal? Apa yang aku sesalkan putus dengan kamu? Hari ini kamu minta maaf, tetapi besok kamu mengulangi sikap yang tidak aku sukai dari kamu itu, ada saja cara kamu memperlakukan aku. Mulai dari cara berpakaianku, cara bergaulku, cara hidupku yang tidak sesuai denganmu. Jadi apa yang perlu kita pertahankan Hen? Kita memang sudah tidak cocok titik”. teriak Nina. Hendra terdiam kembali.



"Dan, satu hal lagi Hendra yang aku sesalkan dari kamu. Kamu selalu mengungkit masa laluku, sepertinya kamu menyesal bertunangan dengan seorang wanita yang memiliki banyak pacar dimasa lalunya. Sebelumnya toh kamu tahu, aku memang wanita yang pernah memiliki banyak pacar, tapi aku bukan wanita murahan”. Begitulah Nina berusaha keras untuk putus dengan tunangannya yang bernama Hendra. Hendrapun menerima dengan hati yang lara. Ia sudah tak punya kuasa apa apa terhadap keputusan tunangan yang masih sangat dicintainya itu. Ditelannya semua keputusan Nina dengan hati yang hancur. Ditinggalkannya rumah yang biasa akrab dengan kesehariannya itu dengan hati yang galau.



Nina menatap kepergian Hendra dengan perasaan yang lega. Kini ia merasa jiwanya telah bebas. Tanpa sedikitpun lara Nina masuk kedalam rumahnya. Wajahnya riang tak mencerminkan bahwa ia baru saja putus dari pacarnya. Seperti tak pernah terjadi apa apa dalam sekejap saja ia sudah mampu menguasai perasaannya. Ia memencet beberapa angka pada telpon rumahnya dan pembicaraan dimulai.



"Hai lys apa kabar? ada berita gembira nih, aku sudah putus dengan Hendra. Kita harus ketemu dan merayakannya. Oke besok kita ketemu di Citra land ya! Ingat jam sepuluh pagi. Jangan sampai terlambat!"



"Hai Des, gue mau cerita nih, akhirnya Hendra mau juga aku putuskan, pokoknya ceritanya dramatis deh perpisahanku dengan hendra. But life must go on ....... Hendra harus bisa menerima kenyataan ini."



"Hallo cantik .......... lo mau tahu nggak gosip terbaru, ini masih fresh from the oven!! Ini bukan tentang selebrity yang memang doyan cerai. Ini tentang seorang Nina ha....ha......hua...... gue sudah terbebas dari belenggu Hendra.

Gue serius ..... ntar deh gue cerita ke elo ya! Gue nggak sedih kok, jangan bilang siapa siapa ya ...... gue udah punya yang baru kok, mantan pacar gue yang lama! Biasalah CLBK ha ....ha.....ha......".



Setelah puas mengumumkan berita tentang percintaannya yang baru saja putus. Nina tiba tiba menekan angka yang sangat akrab akhir akhir ini dalam kesehariannya. Telpon disebrang sanapun langsung berbunyi Kring, kring, kring ………….kring!!!

"Lagi sibuk, Mas Andri? Aku mau ngomong sebentar aja."

"Mana mungkin sibuk, kalau yang menelepon Ninaku yang cantik ."

"Aku sudah putus, Mas. Tadi siang pukul sebelas lewat dua puluh, aku putus dari pacarku ha…ha……”. Suara Nina bersambung dengan tawa bahagianya. Tadi siang Hendra ke rumah, dan aku langsung minta putus. Hendra sebenarnya nggak mau putus, Mas. Tapi aku telah berhasil memaksanya. Keputusanku sudah bulat sih Mas, dan tanpa air mata. Lagian hatiku sudah terlanjur terpikat denganmu, Mas”.



"Syukurlah Sayang, satu persoalan dalam hidupmu selesai sudah."

"Kapan Mas Andri ke Jakarta? Aku pikir Mas Andri, sudah harus mulai memikirkan pertunangan kita. Aku mau secepatnya kita menikah Mas. Sebelumnya pelan pelan aku akan menceritakan siapa Mas Andri dengan Mama, Papa dan juga keluarga besar. Supaya Mama tidak usah bersedih terlalu lama atas perpisahanku dengan Hendra".


"Hmm, kapan ya?” Laki laki yang disebut Mas Andri oleh Nina itu menanggapi pembicaraan Nina tanpa antusias sedikitpun. Ada keraguan yang menggantung dibibirnya.

“Terserah Mas Andri, aku tunggu saja kabar baiknya Mas”.

“Kayaknya Nggak bisa deh Nin…”

“ Oh, nggak apa-apa. Aku ngerti kok, Mas Andri sibuk banget di Bandung, nggak usah terburu-buru.

Kapan Mas Andri ada waktu, Mas Andri bisa langsung ke Jakarta.

Minggu depan aku yang ke Bandung deh Mas, aku sudah kangen sama Mas Andri.

Lagian sekarang kita tidak perlu sembunyi sembunyi memproklamirkan cinta kita. Kita berdua orang bebas Mas”. Nina kelihatan bersemangat sekali menjelaskan arah pembicaraannya.



Sedang laki laki disebrang sana, masih menggantungkan ucapannya, tak tahu harus berkata apa.

" Nina, aku nggak bisa, aku nggak bisa ke Jakarta. Kayaknya juga nggak bisa bertemu dengan kamu dan kedua orang tuamu".

"Maksud Mas Andri gimana, aku nggak ngerti?"

"Nina, jangan marah ya, aku mau jujur sama kamu. Maafkan aku…….Sebenarnya aku sudah memiliki pacar.

Aku…... tidak bisa meninggalkan pacarku. Perempuan itu sedang hamil, ia mengandung darah dagingku.

Jadi …… bagaimana aku bisa melamarmu ….??

"Keparaaaaaaat....!!! Nina Anggraini mengumpat, seraya meletakkan gagang telponnya.



Jakarta, 15 Oktober 2010





APA KABAR MALAM ?

Apa kabar Malam?
Ku harap engkau tidak seperti malam malam yang lainnya
Yang datang dengan kelam yang pekat
Malam, aku membutuhkan lentera disaat kau datang
Agar kita dapat senyap melangkah dalam kegelapan
Tahukah engkau malam?
Dulu aku begitu menyukaimu
Apalagi saat kau datang berteman dengan gerimis
Mengintipmu dari balik jendela
Membuat jantungku serasa penuh dengan irama detak
Semua terasa begitu indah dan penuh warna
Lalu tiba tiba engkau harus datang dengan ribuan cemas
Menikam semua keindahan yang ada
Membawa pergi kekasih jiwa yang kucintai
Sejak hari itu aku mulai membencimu malam
Hingga tak pernah lagi aku berusaha menemuimu
Apalagi saat kau datang bersama gerimis senja
Aku bahkan tak berani lagi melihatmu
Aku takut engkau akan datang dengan luka yang lebih dalam



Jakarta , Mei 2009, Saat gerimis mengguyur Jakarta

Sabtu, 30 Oktober 2010

AKU BUKAN PEREMPUAN GANJIL

Aku bukan perempuan ganjil. Tapi kau menyebutku freak.
Sesungguhnya aku adalah perempuan apa adanya. Tidak terlalu baik.
Tidak terlalu lembut. Tidak terlalu halus. Aku adalah perempuan yang sangat perempuan. Aku perempuan yang terjebak oleh sebuah aturan.
Bukan hanya terjebak, bahkan aku telah sengaja menenggelamkan diriku kedalam aturan itu.
Aku memang seperti hidup dalam sebuah undang undang yang sangat aku yakini kebenarannya. Dan aku tidak pernah menyesal. Itulah duniaku.Sampai kau berani mengatakan sebuah kalimat yang mencubit hatiku. Aku tersinggung. Aku sedikit marah. Bahkan aku hampir tergelincir untuk membencimu saja. Tapi aku sadar,
aku tak berhak membencimu ataupun menyalahkanmu. Karena kau tak pernah tahu
seperti apa dunia dan kehidupanku. Dimatamu, duniaku mungkin tak pernah ada warnanya. Apa kau tahu……… berapa lama aku telah bergaul dengan aturan itu??? Hampir seluruh hidupku Kawan! Dan tanpa perasaan, dengan mudahnya kau menyebutku freak. Kau hanya laki laki sepintas lalu yang singgah, dan kau telah salah menilaiku. Kita baru beberapa kali bertemu. Adakah makna dari pertemuan itu? Semudah itukah kau menilai seseorang ? Tak mudah untuk menilai hidupku hanya dengan pertemuan sesaat. Kau memerlukan waktu yang cukup lama untuk bisa berada diduniaku. Atau kau hanya ingin mengujiku? Aku tak pernah berharap apa-apa darimu. Aku hanya ingin jadi kawanmu. Kawan biasa. Tidak lebih!

Aku bukan perempuan ganjil. Tapi kau menyebutku freak.
Sesungguhnya aku adalah perempuan apa adanya. Tidak terlalu baik. Tidak terlalu lembut. Tidak terlalu halus. Aku adalah perempuan yang sangat perempuan.

Aku perempuan yang terjebak oleh sebuah aturan. Kau hanya laki laki sepintas
lalu yang tiba tiba hadir dan sedikit mengusik aturan itu. Aku memang pernah hampir tergoda mengikuti arusmu. Semua karena aku hanya ingin memperhatikan hidupmu dengan dunia yang sama sekali berbeda denganku. Dunia yang penuh warna menurutmu. Yach…… aku pernah berada disana. Namun aku tak mengerti, kenapa hanya kehampaanlah yang aku dapatkan. Sedang kau dan beberapa temanmu sangat menikmatinya. Atau memang akukah manusia yang tak sama itu? Sebenarnya aku tak ingin menilaimu. Tapi hatiku berbisik “ Kau adalah laki laki yang sedang gelisah dan kesepian”. Aku memperhatikanmu dalam diamku. Hanya diam, karena aku tak pernah tahu dan mengerti harus berbuat apa ditempat seperti itu. Musik yang menghentak dengan kerasnyapun, tak juga mengusik diamku. Kau duduk dengan tatapan hampa dalam diammu pula. Kau menghisap rokok. Mungkin, kau pikir asap rokok itu akan masuk mengisi kekosongan ruang hatimu yang gelisah. Dan kau akan merasa tenang, karena kehampaan hatimu terisi sudah. Ah….. Betapa enaknya hidup ini bila kesulitan dapat dihembuskan semudah menghembuskan asap rokok. Begitukah kira kira isi kepalamu? Aku masih memperhatikanmu. Kau sendiri aku lihat hanya duduk termenung diantara gemerlapnya malam. Apa yang sedang kau cari sesungguhnya? Wajahmu memperlihatkan bermacam keinginan yang tak pernah tuntas. Aku seperti melihat penggalan-penggalan peristiwa dengan banyak cerita yang kadang terlalu sulit untuk kumengerti. Sesekali kau menghembuskan nafas dengan berat, seakan ingin menghempaskan semua yang telah kau lakukan. Apa sebenarnya yang kau inginkan dari semua ini? Siapakah sesungguhnya dirimu? Aku memang ingin tahu tentang kamu. Tapi aku tak pernah berharap apa-apa darimu. Aku hanya ingin jadi kawanmu. Kawan biasa. Tidak lebih!

Aku bukan perempuan ganjil. Tapi kau menyebutku freak.
Sesungguhnya aku adalah perempuan apa adanya. Tidak terlalu baik. Tidak terlalu lembut. Tidak terlalu halus. Aku adalah perempuan yang sangat perempuan.

Aku perempuan yang terjebak oleh sebuah aturan. Sampai kau tiba tiba muncul dalam hidupku. Kemarin kita bertemu. Kau hanya menatapku dingin. Seolah aku begitu asing dalam tatapanmu. Apa sebenarnya yang kau mau?
"Sebenarnya kamu siapa?" tanyamu pada akhirnya.
"Apakah itu perlu buat kamu?" Aku balik bertanya. “Tidak! Bukan urusanku” Begitulah kau menjawab dengan pongahnya. Aku tahu, ada semacam gengsi yang sedang mencengkerammu. Seolah mengetahui siapa sesungguhnya aku adalah sebuah aib.
Aku merasa betapa anehnya pertemuan kita. Kita bertemu dalam sebuah jurang perbedaan. Aku bumi dan kamu langit. Aku mulai kesal dan terganggu. Aku marah dengan jawabanmu. "Aku sedang butuh bahan untuk ceritaku ? Aku ingin menulis tentang kamu”. Saat ini aku sedang tidak ingin diajak berdebat. Seperti kemarin kemarin kita selalu memperdebatkan perbedaan kita. Karena sekarang aku justru perlu seseorang yang bisa memberikan imajinasi untuk meneruskan tulisanku yang terhenti di tengah jalan. Dan kau adalah sasaran yang tepat untuk imajinasiku. “Aku tak mau! Jangan usik hidupku! Urus saja hidupmu sendiri!” sahutmu dengan nada yang menyakitkan telingaku. “Tulisan macam apa yang kau mau dariku? Cerita hidup? Cerita cinta? Atau cerita kacangan yang sering kamu tulis mengenai roman picisan?” Kau bertanya dan menjawab sendiri seakan-akan tahu apa yang kurasakan.
”Aku penulis roman cinta. Aku butuh cerita cinta. Kau pernah menceritakannya kepadaku”. Sahutku kemudian dengan perasaan kesal. Kau tahu? Aku mulai kesal denganmu.
”Hah, kau merasa ceritaku istimewa? Itu sih biasa aja!
Kau pikir hanya kau sendiri yang tahu tentang ceritaku?
Jangan sok lebay deh!” Aah! Aku bukan pengacara yang siap diajak berdebat kata dan bersilat lidah setiap saat. Aku adalah pengarang yang sedang mati kata.
Aku tak ingin marah dan terjebak dalam kalimat kalimat sinis yang kau lontarkan. Aku membutuhkanmu untuk menyelesaikan ceritaku. "Kau bukan siapa siapa bagiku. Jangan berharap lebih dari aku!" Begitulah kau mengakhiri kalimatmu kemarin, sembari kau pergi meninggalkan ketidak mengertian dihatiku. Kau selalu berkata, seakan-akan bisa membaca pikiranku. Apa kau merasa aku telah jatuh cinta kepadamu? Kalau memang seperti itu perasaanmu, alangkah naifnya dirimu. Kau salah besar Kawan! Selama ini, aku memang suka menulis tentang laki laki. Tapi bukan berarti aku gampang jatuh cinta dengan sembarang laki laki. Aku tak pernah memberikan cintaku kepada sembarang hati. Kau harus catat itu Kawan! Aku tak pernah berharap apa-apa darimu. Aku hanya ingin jadi kawanmu. Kawan biasa. Tidak lebih!

Aku bukan perempuan ganjil. Tapi kau menyebutku freak.
Sesungguhnya aku adalah perempuan apa adanya. Tidak terlalu baik. Tidak terlalu lembut. Tidak terlalu halus. Aku adalah perempuan yang sangat perempuan.

Aku perempuan yang terjebak oleh sebuah aturan. Sampai kemarin setelah bertemu denganmu. Aku sadar, tak semua orang bisa berada diduniaku, sebaliknya tak semua orang suka dengan duniamu. Hidup ini adalah sebuah pilihan. Setiap orang berhak memilih harus berada didunia yang seperti apa. Hidup ini memiliki banyak pintu. Dan kita memang sedang berada dipintu yang berbeda. Aku tahu kau terbiasa untuk selalu berpikir rasional. Kau sudah terlatih untuk mati rasa terhadap semua hal yang berbau sentimentil. Kau sangat piawai untuk menekan perasaan-perasaan cengeng dan semua urusan basa basi hidup ini. Kadang aku berpikir “ Apa saja yang sudah kau lakukan untuk hidup yang runyam ini?” Pertanyaan pertanyaan seperti itulah yang memercik dalam kepalaku. Percikan yang semakin lama terasa semakin besar dan membuatku penasaran. Ya, hidup macam apa yang tengah kau jalani ini? Apakah ada artinya untuk hidup itu sendiri? Semalam aku berpikir, untuk mencari jawab dari semua sikap sinis yang kau lontarkan kepadaku. Masih terngiang ucapanmu tentang semua basa basi hidupku. Aku berpikir keras. Tetapi masih saja tak kutemukan jawabnya.
"Dasar munafik! Urus hidupmu sendiri dan jangan sok peduli dengan hidup orang lain!" Pernyataanmu sunggguh mencubit hatiku. Aku merasa heran kenapa kau merasa telah menjadi laki-laki yang sempurna. Apakah kau diciptakan memang untuk menilai diriku? Hingga hidupku sedikit terusik, setelah sekian lama aku hidup dengan pilihanku sendiri.
"Siapakah yang salah?" Kita memang bukan sepasang pribadi yang sama. Biarlah kita hidup dengan pilihan kita sendiri. “ Kau boleh berkhayal untuk mendapatkan bagian dari dunia ini, asal kau tak lupa dan terjerumus ke dalamnya. Kau tak suka dengan basa basi hidup ini. Tak suka berdiskusi. Kau lebih suka menyendiri. Kau punya dunia sendiri”. Begitulah kau memberi makna pada hidup. Sebuah cara yang membuatmu bergairah memandang kehidupan yang terentang dihadapanmu. Sedang aku juga dengan duniaku sendiri. “ Aku tak bisa hidup sendiri. Aku suka berdiskusi juga basa basi. Tiap malam aku hampir selalu begadang, menulis novel, puisi, membaca, cekikikan bersama teman-temanku, sambil memperhatikan karakter setiap orang yang lewat dalam kehidupanku” Begitulah aku dan hobbyku. Apakah selama ini aku telah salah memaknai hidupku seperti penilaianmu? Benar dan salah, di manakah batasnya? Betapa ruwetnya hidup ini bila harus selalu dibatasi dengan benar dan salah. Astaga! Kurang ajar betul hidup ini kalau begitu.
Aku telah merasa bahagia dengan duniaku. Aku merasa hidupku tidak sia-sia. Sebaliknya kau malah menganggapku terlalu kuno, aneh dan munafik. "Kamu telah melanggar hakku sebagai pribadi. Aku memang kuno, tapi aku juga punya hak menentukan pilihan hidupku sendiri”. Rasanya tak perlu ada marah hanya karena pertemuan tak terduga ini. Seperti kisah dan dongeng, seperti mimpi dan kenyataan, dunia dapat berubah setiap saat tanpa sebab yang tak diketahui oleh akal budi kita. Kau , aku telah dipertemukanNya. Tak ada yang bisa menggugatNya. "Jika Tuhan menghendaki, tak ada sesuatu pun yang bisa menghalangi. Maka, terjadilah apa yang terjadi." Mungkin kau dihadirkan memang untuk mengusikku. Tak mengapa! Justru itu lebih membuatku mengerti untuk memaknai hidup ini sesuai dengan jalan yang telah kupilih.

Kemarin sebenarnya aku ingin lebih jujur denganmu. Ketika kau bertanya “Orang seperti apakah diriku dimatamu?” Aku ingin jujur bahwa aku memang sedang menilai dirimu. Tapi nyatanya justru kaulah yang terlebih dahulu memberiku banyak label tentang kehidupanku. Aku jadi kalah kata saat berdebat denganmu. Kau tak pernah jujur dengan hidupmu Kawan!! Tetapi mulai hari kemarin kau mulai terganggu dengan hidupmu sendiri. Kau begitu muak saat melihat kehidupanku yang berbeda dengan hidupmu. Jantungmu berdegup tidak normal mendengar aku tertawa bersuka cita di mana saja bersama dengan kawan kawanku. Sepertinya kau sedang membenci dirimu sendiri. Kau merasa bahwa kau memang bukan bagian dari habitatku. Kau ingin meyakinkan bahwa kau telah jauh lebih lama mengalami segala jenis kesepian dan masalah. Kau ingin orang-orang melihatmu sebagai orang yang angkuh saja. Agar orang lain segan dan tak kasihan. Tetapi tidak bisa! Tatapanmu. Kegelisahanmu. Semua yang ada padamu telah mencerminkan siapa sesungguhnya dirimu.
Tak cukup pula semua keresahan itu, lalu engkau mulai mencari-cari perhatian dengan memproklamirkan bahwa dirimu telah cukup hidup sendirian dengan maksud agar mereka tahu bahwa dirimu sukses tanpa siapapun. Namun itu juga tak berhasil. Sekarang aku telah tahu kehidupan macam apa yang kau miliki. Akupun sangat tahu bahwa kau hanya berpura pura menjadi bahagia. Sebab sepintas lalu aku tahu , bahwa telah nyata didalam dirimu yang penuh dengan kegelisahan. Jadi siapa diantara kita yang FREAK? Entahlah! Aku mengasihimu! Aku berharap suatu hari nanti kau akan berada pada duniaku. Hanya itu. Selebihnya aku tak pernah berharap apa-apa darimu. Aku hanya ingin jadi kawanmu. Kawan biasa. Tidak lebih! Maafkan semua kalimatku Kawan! Aku tak pernah berusaha untuk mengusikmu. Satu lagi, aku telah salah kata pada kalimatku diatas, aku bukan perempuan yang terjebak dalam aturan itu. Tapi aku adalah perempuan yang dipilih oleh si Pembuat aturan itu untuk melakukan semua aturanNya.

Jakarta, 19 Oktober 2010, Kau tak akan pernah berhasil mengajak orang lain untuk masuk kedalam duniamu, sebelum kau sendiri tahu dan mengenal siapa dirimu dan duniamu!!!

Kamis, 28 Oktober 2010

JANGAN PERNAH MENUNGGUKU!!!

JANGAN PERNAH MENUNGGUKU!

Sudah pernah ku bilang kepadamu,
Jangan pernah menungguku!
Kenapa kau nekat juga ?
Apa memang kau merasa hanya dilahirkan untukku ?

Lihat! Sekarang kau terluka
Apa aku yang salah ?
Lantas? Siapa yang hendak kau salahkan?
Apa kau ingin memaki rasa hati ini?

Jangan pernah berharap lagi!
Matahari tak kan pernah terbit disebelah barat
Mawar tak kan pernah berpisah dengan duri
Akupun tak kan pernah bisa bersamamu

Cinta bukanlah pesta kembang api
Yang warna warninya membuncah kelangit
Memecah kebisuan dan kesunyian
Semua itu hanyalah hitungan detik
Cinta dan kembang api tidaklah sama
Jadi jangan kau buat seperti yang kau mau

Aku enggan menjadi milikmu
Karena mereka bilang
Kau bukanlah pangeranku
Bahkan seisi dunia ini telah sepakat
Tak mau setuju bila kita bersatu

Aku tak mau lagi berjanji
Untuk mencoba mencintaimu
Sudah cukup …….!!
Terlalu lama kumainkan cerita cinta ini
Tak perlu lagi kau merajuk
Jadi tak perlu kuulangi lagi
Jangan pernah kau menungguku !

Kisahku ini bukanlah kisah cinta yang bahagia, seperti dongeng dongeng cinta yang selalu membumi di jagad raya ini. Seorang putri akan bertemu dengan sang pangeran, kemudian mereka saling jatuh cinta dan hidup bahagia sampai selama lamanya. Bukan! Ini adalah kisah cinta paling sedih yang pernah ada. Bagiku hal yang paling sedih dibumi ini adalah ketika kau mencintai seseorang dan nyatanya seseorang itu tidaklah mencintaimu atau kau dicintai tapi kau tidak bisa membalas cintanya. Kalimat yang terakhir itulah yang ingin aku kisahkan kepadamu kawan! Bertahun tahun lamanya cinta itu memburuku dan hatiku sama sekali tak goyah karenanya. Kala itu seberkas cinta datang menyapaku, dan aku tak mampu membalasnya. Aku tahu saat itu sebenarnya aku telah menabur sepi dihati seseorang yang telah menautkan hatinya itu kepadaku. Namun ia sama sekali tak goyah terhadap berbagai macam penolakkan yang kulontarkan kepadanya. Ia tetap menungguku. Ia tetap membawa cintanya kepadaku. Ia laki laki yang paling setia yang pernah ku temui. Tapi itu semua tak juga melunakkan hatiku yang sekeras baja ini. Cinta tidak hanya cukup dengan setia saja. Ia tetap menungguku tanpa sedikitpun lelah. “Cinta tak harus memiliki kan Neil” kataku suatu hari ketika ia mengunjungiku. Laki laki yang biasa aku sapa Neil itu hanya iam menunduk, matanya mengerjap ngerjap tanda tak setuju dengan apa yang baru saja aku katakan. Sudah ratusan kali ia menyatakan cintanya kepadaku, dan dengan sukses pula aku menolaknya. Tapi ia tetap datang dan datang lagi. Anehnya aku sama sekali tak ada rencana secuilpun untuk mengusirnya. Ia tetap memegang kukuh semua cintanya kepadaku. Seolah memang tak ada satu perempuanpun dibumi ini yang bisa menarik hatinya kecuali aku.
"Aku lelah Neil! Aku lelah menerima cintamu yang selalu memburuku tanpa batas. Kau laki laki yang baik Neil, tidak seharusnya kau menjalani hidupmu seperti ini!” Pintaku setelah ia mengulang kembali pernyataannya itu entah untuk yang keberapa ratus kalinya, aku tak pernah menghitungnya. Ia hanya tersenyum menanggapi pintaku, ia sama sekali tak bosan, tapi aku sudah bosan. Ia seorang laki laki muda, waktu itu.\Seharusnya laki laki selalu memiliki jiwa yang bergelora serta penuh dengan banyak keinginan. Didunia ini begitu banyak aneka warna, kadang seorang laki laki muda akan silau oleh kemilaunya. Namun tidak untuk seorang Neil. Dibumi ini tujuan hidupnya hanya aku dan bukan yang lainnya. Sebenarnya aku ingin marah dengan semua yang ia lakukan untukku. Tapi itu tak pernah benar benar aku lakukan. Aku juga menyayanginya, tapi tak bisa kuberikan hatiku untuknya. Neil hanya menempati sedikit ruang dihatiku, selebihnya semua telah diisi oleh laki laki lain. Alasan itulah yang membuatku tak bisa menerimanya.
Malam itu hujan mengguyur deras kota Jakarta, sesekali diiringi dengan guntur kecil yang perpaduannya bisa menambah suasana luka dihati. Neil duduk dalam keresahannya diruang tamu rumahku. Sebenarnya aku telah terbiasa dengan sikap Neil yang seperti itu. Tapi malam ini berbeda. Aku bahkan tak peduli lagi pada rasaku sendiri.
“Aku telah membuatmu bersedih ratusan kali ?” Neil menoleh kearahku.
“Kau tak boleh seperti ini Neil! Kau tahu khan! Aku tak pernah peduli pada perasaanmu.” Neil masih bungkam.
“Aku pernah mencoba mencintaimu Neil. Kau lihat hasilnya? Aku tetap tak bisa. Selama ini aku hanya mengikuti hatiku.” Air mataku menetes, hatiku terasa perih.
“Sudah begitu lama kucoba membuang bayangmu, sejak kau berkata “Aku sudah menjadi milik orang lain”, Tapi aku tak pernah bisa.” Neil akhirnya buka suara. Tatapannya gelisah. Wajahnya melukiskan kedukaan yang dalam. Kali ini ia benar benar terluka. “Baiklah aku akan mencari jalanku sendiri.” Itulah kata terakhir yang diucapkan oleh Neil sebelum ia beranjak dari rumahku. Aku hanya bisa memandang punggungnya berlalu dari hadapanku bersama dengan derasnya hujan yang mengguyur. “ Maafkan aku Neil!”. Sejak itu ia tak pernah mengunjungiku lagi. Aku pikir, aku bisa bernafas lega dari ikatan cintanya. Ternyata tidak! Ia masih saja iam iam menaruh harapannya untukku. Hampir setiap minggu masih saja dilayangkannya surat surat cinta untukku.
“ Aku akan datang Neil, kita akan bertemu! Ini memang perjalanan yang melelahkan. Jangan kuatir, aku hanya akan datang untukmu.” Aku menghela nafas. Apa daya, aku harus mengunjungi Neil. Sejak hari pernikahanku ditetapkan, kecuali surat suratnya, Neil memang menghilang bak tertelan bumi. Surat surat yang terkirim kepadakupun tanpa alamat, hanya pada cap posnya tertera sebuah kota “Surabaya”. Yah Neil mungkin sedang berada di Surabaya.
Selama ini aku sama sekali tak pernah peduli kepada semua surat surat Neil. Bukannya aku kejam dan tak punya hati. Aku harus menghargai laki laki yang telah memenuhi seluruh ruang hatiku. Laki laki yang sanggup menyisihkan Neil dari hatiku. “ Surat cinta dari penggemar fanatikmu lagi?” Begitulah lelakiku menyindir setiap kali surat Neil datang dan datang lagi. “Iya, kau benar ini surat dari Neil” jawabku sambil meletakkan surat Neil disebuah kotak dimana surat Neil bertumpuk tumpuk disitu tanpa pernah aku buka dan aku baca isinya. Karena aku sudah bisa menebak semua hal yang ingin Neil sampaikan lewat semua surat suratnya kepadaku. Surat yang hanya melukiskan harapan harapan hatinya kepadaku. Sampai datang sebuah surat yang nampaknya tak ditulis oleh Neil. Aku mencoba membuka dan membacanya. Surat yang membuatku harus menempuh perjalanan ini. Aku tak punya pilihan lain, kecuali harus menemui Neil, tanpa atau seijin lelakiku. Dan aku lebih memilih untuk berdalih. Aku telah berbohong dengan mengatakan ada tugas kerja ke Surabaya. Aku tak ingin menyakiti hati lelakiku dengan kejujuranku.
Jarak antara Jakarta – Surabaya tidaklah singkat untuk ditempuh dengan menggunakan kereta. Aku harus menempuh ratusan kilo meter untuk mencapainya. Sengaja kupilih jalur kereta, agar aku bisa ikut merasakan kegelisahan yang Neil rasakan akibat perasaannya kepadaku. Lama, berliku dan meresahkan. “ Yah 674 km harus kutempuh untuk menemuimu Neil. Tak sebanding dengan pengorbananmu menungguku selama 12 tahun ini.” Aku memikirkan Neil dengan perasaan sedih. Sengaja kupilih kereta yang berangkat dipagi hari, agar siang harinya aku bisa menikmati perjalanan tanpa harus terlelap karena malam yang memaksa datang. Pagi ini udara pukul 06.00 WIB sangat sejuk. Angin segar yang bersemilir belum ternoda oleh asap debu jalanan kota Jakarta yang selalu sibuk. Embun pagi masih membasahi sepanjang jalanan. Aku memasukkan koper kedalam bagasi kereta sebelum aku mengambil tempat dudukku. Beruntung aku mendapatkan tempat duduk yang berdekatan dengan jendela. Hingga bisa kunikmati detik demi detik perjalananku sebelum akhirnya aku bertemu dengan Neil. Roda kereta mulai berderak meninggalkan stasiun Gambir. Bunyi peluit masinis keretapun telah bungkam. Suara-suara lain mulai melemah. Rumah rumah, mobil, semua orang yang ada diluar kereta, seolah berlari di antara kereta yang iam. Kereta mulai menjauh dari kebisingan kota. Mulai nampak kanan kiri pemandangan ladang jagung yang telah menua, pohon pohon sepanjang jalan yang menghijau dan juga persawahan yang padinya mulai menguning.
"Kira-kira seperti apa wajah Neil sekarang?" Aku menatap hamparan persawahan keluar jendela kereta. Aku mulai merenungi semua cara yang dilakukan oleh Neil untuk mendapatkan hatiku. Neil adalah sahabatku sejak kami sama sama duduk dibangku sekolah menengah pertama. Ia adalah laki laki yang baik dan selalu bersemangat dalam hidupnya. Ia selalu ada untukku. Ia adalah laki laki yang seharusnya mampu menarik pesona para perempuan yang ada didekatnya. Ia suka menolong orang lain. Bagiku ia bahkan terlalu baik untuk menjadi seorang laki laki. Tak ada cacat ataupun salah pada Neil. Kesalahannya adalah ia hanya mencintaiku. Hanya itu!. Dan yang paling menyedihkan adalah aku tak pernah sedikitpun mencintainya.
Suasana didalam kereta begitu tenang. Kabut kantuk rupanya masih membelenggu para penumpang kereta. Derak-derak roda kereta sesekali melemah, setiap kereta akan berhenti disebuah stasiun. Tiba tiba aku merasa menjadi orang yang paling egois dibumi ini. Wanita macam apa sebenarnya aku ini! Pertanyaan itu beberapa hari ini menggerayangi pikiranku. Rasa bersalah hatiku kepada Neil seolah menjeratku. Selama ini tak pernah sedetikpun aku berpikir tentang Neil. Tapi Neil justru membalasku dengan menempatkan aku ditempat terbaik pada bilik hatinya. Dibawanya aku mengembara ialam pikirannya, kemanapun ia berada. Rasa kantuk juga mulai merayapiku, namun aku berusaha untuk membunuhnya. Aku benar benar tak ingin terlelap sedetikpun melewati perjalananku ini. Tiba tiba Neil datang dalam bentuk fatamorgana ialam pikiranku.
"Apa sedikitpun aku tak memiliki tempat dihatimu?" Neil menatapku tepat di kedua mata. Kubuang pandangku pada deretan ladang jagung yang menggelar warna putih kekuningan. Aku tersentak atas pertanyaan Neil. Tak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan yang seharusnya Neil telah tahu jawabnya itu. Aku menundukkan kepala bungkam, tak ingin kutanggapi pertanyaan Neil.
"Pernahkah kau merasa bersalah dengan semua yang kulakukan Flo?" Lagi lagi Neil berbicara sambil menatap mataku. Aku masih tak bersuara sedikitpun. Tak pernah aku duga sebelumnya Neil akan membuat pertanyaan pertanyaan yang memojokkanku. Mestikah perasaan bersalah diberikan dalam bentuk pengakuan? Selama ini yang kulakukan sepanjang 12 tahun terakhir adalah selalu mendoakannya, semoga ia bahagia dengan siapapun perempuan pilihannya.
"Kau telah membuang banyak waktu untukku. Kau sia-siakan hidupmu hanya untukku Neil." Aku berusaha menerobos dinding hati Neil yang penuh dengan namaku itu. Ingin ku hapus namaku dihatinya dengan pengorbananku kali ini. Perjalanan jauh yang sebenarnya aku sendiri tak yakin mampu merubah perasaan Neil. Aku ingin membalas semua pengorbanannya meski tidak dalam bentuk cinta. Mungkin ini merupakan perwujudan petualangan cinta , yang telah lama tak pernah menemukan kesempatan. Kali ini aku ingin melakukannya untuk Neil. Akan kubuang sosok yang selama ini ada dihatiku, dan membawa Neil masuk kedalam hatiku meski hanya untuk sesaat. “Ambilah kesempatan itu Neil, kuberikan hatiku untukmu”. Akhirnya ku lihat Neil duduk dengan wajah yang kelihatan sumringah. Tak ada sedikitpun gelisah kudapati pada wajahnya. Kalimatku benar benar mampu menghangatkan hati Neil yang selama ini penuh dengan keresahan. Stasiun ketujuh terlewati. Malam mulai menyingkirkan siang. Cahaya sore sudah mengintip jendela. Masih ada beberapa stasiun lagi yang harus disinggahi kereta api anggrek mas ini. Aku masih berusaha berdamai dengan bayangan Neil. Ku coba menutup rapat rapat mataku. Supaya kudapati wajah Neil dalam kelopak itu. Namun tak lagi kudapati wajahnya. Seringkali aku bertanya, mengapa begitu sulit memasukkan Neil kedalam hatiku? Aku terus memberi kesempatan untuk Neil masuk kedalam hatiku, meski hanya dalam bentuk fatamorgana. Lagi lagi aku gagal, tak bisa kupungkiri hatiku yang tetap merindukan sosok lelaki lain yang sama setianya seperti Neil. Neil yang menghampiriku dalam bentuk fatamorgana itupun akhirnya berlalu.
Aku mulai gelisah menunggu stasiun terakhir. Untuk membunuh rasa gelisah itulah aku membuka lipatan kertas dari dalam tasku. Surat yang dikirimkan beberapa minggu lalu oleh Neil. Sengaja aku membawa surat yang belum sempat aku baca itu dalam perjalanan ini. Aku benar benar ingin mengenang Neil sekali ini saja dalam hidupku.

Dear Flora,

Ini adalah tahun ke 12 aku tetap menyimpanmu dihatiku. Sesungguhnya pikiranku sadar, kau tak mungkin kumiliki lagi. Namun hatiku tetap bersikeras menunggumu. Aku telah berusaha untuk mengelabuhinya. Tak sanggup kudustai hatiku. Masih saja ku simpan harapanku untukmu. Sesekali niat jahat muncul kedalam otakku. Andai saja bisa kubunuh laki laki yang telah berhasil memenuhi hatimu itu. Tapi, tentu saja aku tak punya nyali. Aku takut kau akan bersedih kehilangannya. Karena aku hanya ingin kau bahagia dengan laki laki pilihanmu itu. Aku tahu perasaanmu memang terlalu dangkal untukku. Aku yakin suamimu adalah laki laki yang luar biasa, yang memiliki sejuta pesona dibumi ini, hingga ia mampu memenangkanmu. Kenapa kau tak pernah punya hati untukku? Bukankah bertahun tahun kita pernah bersama? Apa boleh kau berselingkuh sekali saja untukku? Aku hanya perlu sehari saja bersamamu. Terlalu sedikit bila dibandingkan dengan 12 tahun sejak kau menjadi istrinya. Kemarin aku membayangkan dirimu datang dan memberikan cintamu untukku. Tak terlukiskan betapa bahagianya aku. Kita berdua menyisiri pantai, saling berbagi cerita. Yah …. Hanya kita berdua Flo, tidak ada yang lain. Namun rupanya waktu tetap tak ingin bersahabat denganku. Sebelum aku menikmati semua kebersamaan kita meski hanya dalam bentuk fatamorgana, tiba tiba saja tepian batas itu menarikku keluar ke alam nyata. Dimana kau tak pernah ada disisiku. Flo, sekarang aku memang telah tenggelam kedalam samudra cintamu. Aku sudah tak mampu lagi bergerak pada pusarannya. Kesia siaan ini bukan tanpa alasan. Aku ingin melakukannya dengan sempurna. Bukankah kita harus mengejar setiap mimpi yang ingin kita genggam? Flo, apa kau tahu rasaku sekarang? Pengejaran ini tak akan pernah membuatku lelah. Kini terasa betapa indahnya mencintai itu. Setidaknya kau tahu perasaanku tetap sama seperti 12 tahun yang lalu. Belum pernah ada yang lain dihatiku. Hatiku tetap milikmu. Meski sempat kuberpikir mencari perempuan lain, tapi itu tak pernah benar benar aku lakukan. Seperti matahari yang hanya satu dibumi ini, hatikupun hanya ingin kuberikan pada satu hati, yaitu hatimu.

Yang tak pernah lelah menunggumu,
N e i l



Aku tak pernah menyukai semua kalimat yang Neil tulis untukku. Semua kalimatnya seolah menempatkan aku pada pusaran magnet yang begitu kuat menarikku. Menghujaniku dengan perasaan bersalah, hingga inilah perjalananku untuknya. Kulipat kembali surat Neil, sembari menunggu kereta berhenti pada stasiun terakhir.
Akhirnya kereta berhenti di stasiun Gubeng. Sekeranjang perasaan bersalah bergelembung menyertai pergeseran kakiku. “Neil aku datang untukmu”. Sebuah taxi membawaku ke sebuah alamat yang aku sebutkan. Hanya memerlukan waktu seperempat jam untuk mencapai tempat dimana Neil berada. Waktu menunjukkan pukul 19.15 saat aku berdiri didepan sebuah gedung bercat putih. Gedung putih dengan pagar tanaman perdu berhiaskan kawat berduri. Sebuah tempat yang sangat asing bagiku, pun bagi orang lain tentunya. Samar samar cahaya lampu menyeruak melalui celah celah jendela gedung putih itu. Aku termanggu sejenak, ada debar didada yang sulit kutata. Betulkah Neil berada disini? Tanya hatiku tak percaya. Setelah ketenangan kembali kugenggam, aku mulai berjalan kepintu masuk gedung tersebut. Bertanya sebentar kepada salah satu penjaga didepan. Kemuian salah seorang itu mengantarkanku pada sebuah kamar. Kembali debar dadaku sulit kuredakan. Aku seperti tak percaya kepada dimana kakiku berpijak saat ini. Pintu kayu terbuka pada helainya secara perlahan. Seraut wajah menyembul. Wajah yang masih sama dengan 12 tahun yang lalu. Wajah Neil. Ia nampak kurus dan menua. Jantungku mendadak berguncang begitu hebatnya. Pada dinding kamar tertulis banyak namaku. Ia tak hanya menuliskan namaku dihatinya, bahkan pada setiap celah dinding kamar dimana Neil berada hanya ada namaku dan namaku “Flora”. Neil memandangku tanpa suara. Tiba tiba air mataku meronta keluar. Alangkah malangnya laki laki didepanku ini. Untuk apa ia harus menempuh jalan hidup serumit ini? Hidupnya terlalu sesak dengan keperihan dan harapan. Tak ada tempat lain bahkan untuk sebuah kisah cinta yang paling sederhana sekalipun. Semua tempat diruang hatinya telah terisi penuh dengan cintanya kepadaku.
“Aku datang Neil”. Aku meraih tangan Neil yang masih membisu didepanku. Kugenggam tangannya, kuusap pipinya, kupandangi seluruh tubuhnya. Namun Neil tak membalas dengan sikap serupa. Aku tak merasai apa apa kecuali tatapan dingin tanpa suara milik Neil. “Neil!” panggilku perlahan. “Hari ini aku adalah milikmu seutuhnya ! Bukankah kau pernah memintaku untuk menemanimu meski hanya sehari saja? Sekarang aku benar benar datang Neil!” Aku sedikit berteriak dalam isakku. Neil tetap bungkam.
“Ia selalu seperti itu, tak pernah berbicara sepatah katapun sejak dua minggu lalu dibawa kesini”. Sebuah suara mengejutkanku.
“Yang dilakukannya hanya menulisi dinding kamar ini dengan nama Flora”
“Perempuan itu benar benar beruntung mendapatkan cinta sebesar ini”.
Aku hanya tersenyum getir menanggapi perkataannya.
“Anda keluarganya?” perempuan yang tiba tiba masuk kekamar Neil itu bertanya kepadaku. Aku tergagap menerima pertanyaan itu. “Bu …..bu …kan! Saya temannya.” “Apa anda kenal dengan perempuan bernama Flora itu?” Aku hanya menggeleng. Mungkin perempuan itu merasa aneh dengan sikapku. Tapi tak kupedulikan itu semua. Aku tak ingin orang tahu bahwa akulah perempuan bernama Flora itu, perempuan yang namanya tertulis disetiap celah dinding kamar Neil. Perempuan yang telah membuat laki laki bernama Neil menjadi penghuni rumah sakit jiwa Menur di Surabaya. Tak seharusnya Neil berada disini. Neil laki laki yang baik, hanya saja ia terlalu bodoh. Cinta memang tak bisa memilih. Begitulah akhir perjalananku Kawan! Tak ada yang bisa kulakukan lagi untuk Neil. Aku hanya bisa menatap wajahnya dengan putus asa. Sekeranjang kesedihan memenuhi benakku. Kembali kugenggam tangan Neil dan kuusap pipinya. Air mataku mengalir deras. “Aku pergi Neil, kau harus hidup dengan baik. Dan lagi, jangan pernah menungguku!”

Jakarta, 10 Juni 2010, Too much love will kill you!!!!!!!!!!!!!

CINTA DIANTARA HUJAN

CINTA DIANTARA HUJAN

Setiap memasuki bulan Desember, hatiku selalu saja berdebar debar. Ini adalah hukum tak tertulis dalam hidupku yang harus kuyakini kebenarannya. Bertahun tahun perasaan itu selalu hadir setiap menjelang bulan Desember. Bukan karena aku sedang jatuh cinta atau sedang diburu oleh perasaan tak nyaman yang membuat hatiku berdebar debar. Tapi entah mengapa, bulan indah yang selalu diwarnai oleh hujan itu selalu membuatku bahagia. Mungkin juga ini disebabkan karena aku memang sangat menyukai hujan. Hujan itu membuat suasana jadi teduh dan alam nampak begitu romantis. Selalu demikian di bulan desember . Hujan benar-benar mewarnai hari.
Ini masih dibulan Juli, dan mengawali bulan Juli ini hatiku tiba tiba saja berdebar debar, sama debarnya dengan dibulan desember. Tapi kali ini bukan tanpa alasan aku merasakannya. Namun aku tak berani menduga bahwa perasaan yang kumiliki itu adalah jatuh cinta. Karena …… aku baru saja menemukannya. Ia adalah laki laki yang dulu pernah menganggapku tak ada. Tiba tiba saja ia datang dan sedikit mengusik hatiku kembali. Sebenarnya aku benci perasaan ini, aku merasa ini tak adil untukku. Disaat aku sama sekali tak pernah memikirkannya, tiba tiba saja ia datang semau maunya. Sore ini , pukul empat lebih, hujan seperti pantulan manik-manik kaca menderas yang turun dengan anggunnya. Aku memandang kearah jendela kaca kamarku, memperhatikan curahan air yang mengguyur serentak dari udara. Aku suka hujan, aku suka suasananya yang begitu kontemplatif. Kurasakan perasaan yang berbeda tatkala hujan. Ini memberiku inspirasi untuk menulis beberapa puisi. Bahkan melamunkan seseorang dalam suasana hujan kupikir cukup romantis juga, meski belum tentu seseorang yang kulamunkan itu juga sedang memikirkanku iantara hujan. Tak mengapa, meski terkadang keadaan memang ironis. Tapi aku tetap menyukai hujan. Dan hujan kali ini, tiba tiba ………. ternyata aku masih merindukannya.
Dulu saat hujan seperti ini, aku sering membawamu mengembara di alam pikiranku. Sambil menikmati suasana hujan yang romantis dan mendebarkan, aku sering menghadirkanmu dalam wujud fatamorgana. Aku sangat menginginkanmu. Meskipun tak pernah kau hiraukan aku, tak pernah sedikitpun hatiku berniat berpaling darimu. Sampai aku pernah mendapatkan gelar sebagai perempuan yang bodoh gara gara mencintaimu. Tapi, itu penilaian teman-temanku. Mereka tak tahu bahwa aku adalah pejuang cinta yang baik. Bukankah itu juga satu kelebihan tersendiri? Aku tetap mengharapkanmu. Sikapmu selalu hangat dan menggembirakan, simpel dan terkadang menggetarkan. Sayang, aku harus kecewa dengan kenyataan yang kau ungkapkan. Waktu itu kau adalah laki laki muda yang memiliki banyak keinginan. Mungkin kau kebingungan menentukan seperti apa perempuan yang akan mendampingimu nantinya. Tak sedikitpun hatimu berpaling untukku. Kau lebih memilih berpindah dari hati perempuan yang satu keperempuan lainnya. Dan yang lebih menyedihkan kau tak pernah memasukkan aku dalam jajaran perempuan yang mampu menarik hatimu itu. Aku hanya puas menjadi sahabat dekatmu. Hanya itu. Akhirnya aku memaksa hatiku untuk pergi dengan lara yang cukup perih. Apa kau tahu, berapa lama waktu yang aku gunakan untuk melupakanmu? Tak terlalu singkat, tapi tak juga memakan waktu yang lama. Hingga kau sama sekali tak pernah singah dalam pikiranku. Sama sekali tidak pernah!
Sampai beberapa hari yang lalu, saat aku sedang menunggu hujan reda didepan sebuah Mall. Aku menemukanmu kembali. Tanpa firasat. Tanpa rencana. Tak terduga sedikitpun. Aku tak tahu lagi perasaan macam apa yang aku miliki. Entah sedih, senang, kecewa atau apa? Karena aku tak pernah berpikir sedetikpun untuk sengaja menemukanmu. Sekarang setelah kita bertemu, kau kembali mencuri perasaanku terhadapmu yang telah bertahun tahun kusimpan dipalung hatiku yang paling dalam. Tak pernah terusik oleh berita apapun juga tentang dirimu. Bahkan telah diisi oleh beberapa kisah cinta kekasihku yang lain. Tapi sekarang kau memintaku dan menginginkanku. Mungkinkah itu? Derai hujan tak deras lagi, namun kesedihan itu masih menghantam ruang hatiku terdalam. Aku memang butuh seseorang. Kaukah orangnya? Entahlah, kau mungkin sudah berharap agar aku jadi seseorang yang ke empat atau kelima setelah kau kecewa dengan sekian perempuan yang masuk dalam hidupmu. Meski ini masih terlalu dini. Kita baru tiga kali berjumpa kembali setelah bertahun tahun kau hilang entah kemana. Namun sebenarnya untuk apa kita bertemu? Adakah makna dari pertemuan itu? Semudah itukah sekarang hatimu terpaut? Atau kau hanya ingin mengujiku? Menguji tentang perasaan lamaku terhadapmu. Aku tak berharap apa-apa darimu. Aku hanya ingin jadi kawanmu. Kawan biasa. Bukan kekasih. Meski aku juga ingin punya kekasih, sebagaimana perempuan kebanyakan. Seseorang yang membuatku jatuh cinta sungguhan. Seseorang yang mencintaiku apa adanya. Seseorang di mana aku bisa berbagi hidup dengannya. Berlebihankah keinginanku?
Diluar masih hujan. Aku kembali memandang rintiknya ke luar jendela kaca kamarku. Waktu telah berjalan begitu lama. Apa kau tahu? Aku telah berubah jauh dari yang kau bayangkan. Kau akan membutuhkan waktu untuk mengenaliku kembali. Seperti apa keadaanku, hatiku, dan juga seperti apa teman-teman dekatku. Mungkin memerlukan waktu yang cukup lama. Apakah kau pikir kita akan bertemu kembali dan bicara seolah olah kita sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta? Atau kaku karena kau tak lagi mengenalku? Lalu kau merasa sia-sia? Sekarang aku adalah diriku sendiri. Bukan perempuan bodoh yang hanya tahu tentang mencintaimu saja. Bukan itu! Bukan pula perpaduan dari semua perempuan mana yang pernah kau cintai dan pacari. Aku, mungkin juga bukan perempuan yang sedang kau cari. Tolong, kau pergi dan jangan ganggu hatiku kembali. Biarlah aku disini menikmati hujan, seperti hari hari yang lalu, masih penuh debar, meski bukan debaran cinta yang kurasakan terhadapmu. Dulu aku memang mencintaimu, dulu aku sangat mengharapkanmu. Tapi kini semuanya telah berbeda. Harusnya kau tahu, waktu tak akan pernah bisa menuntut kenangan yang telah berlalu.

Jakarta, 27 Juli 2010

SENYUM


S E N Y U M     

Aku suka sekali melihat setiap orang tersenyum
Senyum adalah perbuatan baik
Senyum membuat orang lain merasa senang
Bagiku lebih mudah untuk tersenyum                        
dari pada merengut
Senyum menunjukkan sikap yang baik
Itu artinya kita sedang merasa nyaman dan senang
Mengetahui bahwa Tuhan selalu bersama kita
adalah hal yang dapat membuat kita selalu tersenyum
Marilah kita mengingat hal-hal dalam hidup ini
yang dapat membuat kita tersenyum

“ Hati yang gembira membuat muka berseri-seri, tetapi kepedihan hati mematahkan semangat “
Amsal 15 :13