Selasa, 02 November 2010

JANGAN SALAHKAN CINTA!

Ada yang bilang “Cinta itu tidak pernah salah”. Pernyataan ini memang bukan sebuah undang undang yang harus dipatuhi. Namun mau tidak mau harus di jalani. Karena tak ada seorangpun yang mampu menolak cinta. Kapanpun perasaan itu datang, aku yakin kau tak kan pernah bisa berpaling darinya. Jadi benar, cinta memang tak pernah salah. Ia akan datang, tak terduga, tak tertebak. Cinta tak pernah memilih. Kepada siapa saja cinta bisa datang meletakkan sayapnya. Semua begitu tiba tiba dan semua ini adalah tentang cinta.

Saat ini cinta sedang datang kepada giliranku. Aku tak mampu menolaknya, meski ini adalah sebuah cinta terlarang. Cinta yang tak seharusnya singgah dihatiku. Sebuah cinta dari seorang laki laki beristri. Apa kau pernah mengalami cinta seperti ini Kawan? Kalau tidak, kau adalah orang yang beruntung. Cinta seperti ini tak pernah nyaman rasanya. Antara debar bahagia, rasa sakit dan takut berbaur jadi satu didalamnya, sangat meresahkan. Dan tak sedikitpun aku beranjak untuk meninggalkannya. Hari hari selanjutnya kulalui penuh debar. Sebenarnya aku masih peduli dengan semua tatapan dan larangan serta norma norma masyarakat yang ada, bahwa “ Dilarang keras mencintai laki laki beristri”. Namun tekadku untuk mencintai laki laki itu semakin kuat, sekuat rasa sakit karena memusuhi ayah dan ibuku yang menolak mentah mentah hubunganku. Aku dihadapkan pada pilihan sulit yang semakin kejam menjeratku. Dan pelan pelan cinta terlarang itu menang. Sebuah kemenangan yang menyedihkan.

Laki laki itu adalah teman sekantorku. Hubungan kami menjadi akrab sejak laki laki bernama Aldo itu sering mengajakku makan siang. Sebuah kebiasaan yang berakibat bencana, meski dibumbui oleh sebuah cinta. Bencana, karena itu sama saja membawaku masuk kedalam jurang yang tak berdasar. Aku ingin keluar dari dasar jurang itu, tapi aku tak berdaya. Saat aku sedang tidak bertemu dengannya, ada perasaan rindu bercampur marah. Marah? Itu sudah pasti dan sangat wajar. Bagaimana tidak, ia menjalin kasih denganku sedangkan ia sendiri sudah memiliki keluarga, istri dan anak. Ada perasaan bersalah di hatiku, tak tega aku membayangkan raut wajah isterinya yang sedang memikirkan suaminya menjalin cinta dengan perempuan lain. Tapi aku tetap tak berdaya, meski kukerahkan hatiku untuk menolak dan keluar dari kemelut ini.
“ Aku akan mencari jalan keluar untuk cinta kita Fai!” katanya suatu kali ketika kita sedang menikmati makan siang disebuah café yang berdekatan dengan kantorku.

“Jalan keluar seperti apa Al? Sudah hampir setahun kita jalani cinta yang rumit ini, namun tak sedikitpun titik terang kita dapatkan.” Kataku sambil mengaduk aduk es moca cappucino yang selalu aku pesan dikala hatiku sedang dilanda resah.
“Pasti ada! Apa kau tak percaya dengan kekuatan cinta?” Aldo meyakinkanku.
“Cinta terlarang tak pernah memiliki kekuatan apapun Al. Tak ada satupun manusia dibumi ini yang sepakat dan setuju dengan hubungan terlarang seperti ini”. Aku berusaha mematahkan pendapatnya tentang cinta yang kita miliki. Aldo hanya diam menanggapi kalimatku, entah apa yang tiba tiba dipikirkan oleh laki laki itu.
“Baiklah, kita bicarakan nanti saja! Kita sudah harus kembali kekantor”. Begitulah ia mengakhiri perdebatan yang tak pernah berujung ini. Sejak pertama kali kami menjalin hubungan, sebenarnya aku sudah tahu kemana arah hubungan kami. Sebenarnya aku ingin bersikap realistis, namun setiap kali berhadapan dengan Aldo, hatiku sungguh tak tahan untuk tetap mencintainya. Akupun sangat tahu, Aldo bukanlah laki laki yang baik, ia tak lebih dari laki laki plin plan yang suka mendua. Tapi terlanjur, ia sudah merampas seluruh hatiku hingga sesak dadaku menerima cintanya.

Sore itu aku mengajak Aldo bertemu. Disebuah café yang tersembunyi dipojok kota Jakarta yang menjadi favorit kita. Aku telah memutuskan, untuk menghakhiri cinta terlarang ini. Berhari hari ini aku mencari jalan keluar untuk cintaku. Namun semua jalan tertutup sudah. Aku bertemu banyak orang untuk mendukung hubunganku dengan Aldo, dan tak satupun dari mereka mampu memahami perasaanku. Hanya cacian serta rasa kasianlah yang kutemukan.
“ Fai kau tak kasihan dengan istri Aldo? Bagaimana kalau kau yang berada pada posisi istrinya sekarang?”.
“Fai, lupakan Aldo, ia hanya laki laki yang suka mendua, nanti ia juga akan meninggalkanmu, setelah menemukan perempuan yang jauh lebih baik dari kamu.”
“Fai , Aldo bukan laki laki yang setia, ia tak pantas memilikimu”
. “Fai, apa kau perempuan yang tak punya hati nurani? Aldo sudah memiliki anak, dan anaknya masih membutuhkan bapak Fai. Sadarlah Fai!.
Kalimat kalimat seperti itulah yang mampir ketelingaku. Hingga inilah keputusanku untuk Aldo, laki laki yang setahun terakhir ini telah merampas hatiku. “Putus!” Aku harus memutuskan hubunganku dengan Aldo. Inilah tekadku terbesar untuk pertemuan ini.
“Kau mau minum apa Sayang!” Aldo kelihatan begitu menikmati pertemuan ini, ia sama sekali belum tahu tujuanku kali ini. Aku memandangnya dengan perasaan berdebar. Ingin rasanya mulutku melontarkan semua yang ada diotakku. Dan kau tahu apa yang kulakukan Kawan? Didepan Aldo, mulutku tiba tiba terasa kelu. Aku benar benar tak bisa mengingkari hatiku bahwa aku sangat mencintai laki laki yang ada dihadapanku ini. Meski aku tahu, aku tak akan pernah mendapatkan status apapun dari hubungan kami. Ia laki laki beristri. Tak mungkin ia menceraikan istrinya.
“Apa aja!” Aku menjawab tawarannya tanpa gairah sedikitpun. Aku sibuk mengurus perasaanku. “Sayang …. Kamu kenapa sih?” Aku menggelengkan kepala menatap matanya dengan keresahanku. Apa yang harus aku lakukan Kawan? Berilah aku saran! Aku benar-benar pusing. Apabila masalahku ini berlarut-larut dan aku tidak segera menemukan pemecahannya, aku khawatir ini akan berdampak buruk terhadap keluargaku dan lambat laun istrinya pasti akan tahu juga. Semakin sering aku bersamanya, semakin pekatlah perasaan cintaku. Kadang aku berharap, waktu berjalan begitu lambat, agar aku masih bisa berlama-lama mengisi hidupnya. Sesekali muncul juga perasaan benciku terhadap Aldo, mengingat penghianatan yang ia lakukan terhadap istrinya. Namun rasa benci itu selalu hilang seketika aku melihat wajahnya serta perhatiannya kepadaku. Sore itu kuurungkan niatku untuk meminta putus darinya. Dan kubiarkan hatiku semakin dalam masuk dalam jerat hatinya yang didalamnya telah diisi oleh perempuan lain.

“Apalah arti cinta, bila aku tak bisa memilikimu Al? Mungkin cinta kita memang tak akan pernah berujung”. Kataku disuatu siang yang lain sepulangnya kami dari kunjungan customer. Siang itu kami sengaja menghabiskan waktu untuk mampir di sebuah café. Aldo hanya diam menatapku. “Aku tak mungkin memaksamu , untuk menceraikan istrimu bukan?” Sekali lagi ia diam. Tatapannya mengisyaratkan berjuta-juta permintaan maaf kepadaku. Lalu? Apa yang bisa ku buat? Aku hanya bisa membalas tatapanya dengan genangan air mata yang mengartikan, ” Aku belum sanggup kehilanganmu, andai saja bisa kupaksa Tuhan untuk mempersatukan kita “. Ia menggenggam tanganku erat. “Aku membutuhkanmu Sayang, jangan pernah tinggalkan aku!”. Kau lihat kalimatnya Kawan! Harusnya aku sadar, alangkah egoisnya kata kata yang keluar dari mulutnya itu. Aku benar benar telah membutakan mata hatiku. Ia laki laki beristri tapi ia mengatakan membutuhkan perempuan lain. Bukankah cinta yang ia miliki hanyalah dusta semata? Lalu kenapa cinta yang penuh dusta ini tak bisa ku akhiri? Entahlah! Mungkin dalam keadaan jatuh cinta, seseorang bisa menganggap senyum penghianatan sebagai bentuk dari sebuah perhatian. Seseorang sering melihat realitas lain dari sepotong coklat bisa menjadi sangat istimewa. Seseorang yang tengah jatuh cinta sebenarnya sedang mendustai dirinya sendiri dan mengubah realitas yang ada. Seorang suami bisa saja tiba tiba mengaku bujangan. Atau bisa saja seorang suami terbungkuk bungkuk tak berdaya dibawah kerling istrinya. Semua itu karena mereka jatuh cinta. Mereka semua rela menanggung keadaan semacam itu karena memang cinta tak pernah mengenal logika. Bukan cinta yang salah, tapi pikiran kitalah yang tak pernah mau menerima realitas yang ada. Sudahlah Kawan, aku tak ingin membahas cintaku lagi. Biarkan aku berpikir sesaat lagi. Bila memang pada akhirnya cintaku tak akan menyatu, aku berharap hatiku tak begitu terluka ketika merelakan Aldo pergi. Sesulit inikah jalan takdirku, yang tak inginkanku bahagia? Aku sadar, cintaku kali ini benar benar sulit untuk dilupakan. Saat ini membuat orang lain kecewa rasanya lebih mudah untuk kulakukan. Siapa yang harus kusalahkan? Aku atau cintaku? Rasanya tak mungkin aku mengkambing hitamkan cinta, karena memang cinta tak pernah ada salahnya. Bantulah aku Kawan! Aku tak ingin tersesat lebih jauh dalam rimba laki laki beristri itu.

Jakarta, 29 April 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih untuk setiap komentar yang telah dikirimkan, apapun itu akan membuat aku menjadi lebih belajar lagi untuk menulis dan menulis!!!