Senin, 01 November 2010

KENAPA HARUS PELACUR?

“ Aku hanya ingin hidup bahagia “ itulah kalimat yang selalu ingin aku sampaikan kepada semua orang. Bukankah aku juga berhak mendapatkan hidup seperti itu? Aku memang hanya seorang pelacur, kenyataan itu tak dapat aku pungkiri. Seseorang yang sama sekali tidak memiliki apapun untuk dibanggakan dalam hidup ini, kecuali aku hanya bisa memberikan kebahagiaan sesaat kepada setiap lelaki yang tidak pernah merasa puas dengan apa yang telah dimilikinya. Seorang pelacur yang tak pernah mendapatkan tempat terbaik dibelantara bumi ini. Kadang aku bertanya dalam hati “ Aku selalu memberikan surga kenikmatan kepada semua laki-laki dibumi ini, tetapi apakah sebaliknya ada surga untuk pelacur sepertiku? Entahlah….aku seperti rumput liar yang tumbuh di sela-sela batu yang selalu diinjak orang. Aku pernah berusaha berontak terhadap takdir ini, namun aku tak kuasa untuk menghindar. Keadaan mengharuskan aku bekerja seperti ini. Selain terpaksa melacurkan diri, aku tidak tahu lagi harus bekerja sebagai apa. Karena kecuali menjadi pelacur, tak banyak yang aku tahu dalam hidup ini.
Saat usiaku masih 14 tahun, belum usai sekolahku di SMP, ayahku telah menyerahkan aku kepada Bos Karman pemilik perkebunan tebu didesaku. Dia menjanjikan hidup yang layak untukku dan keluargaku. Tentu saja ayahku segera meluluskan tawaran Bos Karman meski aku harus menjadi selirnya yang kelima. Aku tidak pernah bisa menolak mandat dari ayahku itu. Karena bagi orang desa seperti kami, kebutuhan perut adalah diatas segalanya. Maka jadilah aku selir termuda mandor Karman. Dan pada akhirnya aku dijual untuk menjadi pelacur ke Jakarta, setelah Bos Karman memiliki selir selir lain yang lebih cantik, lebih muda dan lebih menarik dari aku. Sejak saat itulah aku merasa hidupku telah ditakdirkan untuk menjadi seorang pelacur. Di kota yang selalu sibuk dengan urusan duniawinya ini aku terlatih menjadi seorang pelacur yang professional dan cukup terkenal dikalangan para lelaki hidung belang. Bahkan tante Monik, induk semangku itu membekali aku dengan berbagai macam pendidikan yang katanya akan membuatku lebih bisa menekuni kepelacuranku dengan professional dan aku bisa berkomunikasi dengan baik terhadap siapapun dari kalangan manapun yang datang ketempat pelacuran ini. Mungkin tempat pelacuran kami memang berbeda dengan tempat pelacuran yang lainnya. Kami diajarkan tidak hanya mengajak para tamu untuk langsung ke tempat tidur, tetapi lebih kepada ngobrol ngobrol terlebih dahulu serta berbagi hidup kepada setiap lelaki hidung belang yang datang. Dengan begitu mereka semua , laki laki yang datang itu akan datang kembali ketempat kami, meski hanya untuk sekedar berkunjung.
Bagiku menjadi pelacur adalah kewajiban, dimana laki laki dan malam aku abadikan lewat sisa usia yang aku miliki. Entah sudah berapa banyak laki laki yang pernah tidur denganku, aku tidak pernah menghitungnya. Akupun tak pernah mengingatnya. Saat seperti itu aku hanya merasa berarti dan dibutuhkan. Meski hanya sesaat perasaan itu ada. Tak mengapa . Aku merasa disitulah harga diriku diletakkan. Aku tak pernah memiliki kuasa atas diriku sendiri, hanya nafsulah yang begitu setia menemani hari hariku. Cinta ? Akupun tak pernah merasakannya. Karena bagiku cinta hanya diciptakan bagi orang orang suci, yang selalu menjunjung tinggi harga diri. Mungkin perlu seumur hidupku untuk menemukan cinta itu. Karena memang tidak ada tempat yang indah dan suci bagi pelacur sepertiku. Kadang aku berpikir tentang bertaubat dari semua dosa dosa ini, namun aku benar benar tak pernah bisa untuk menjangkaunya. Aku hanya bisa pasrah bersahabat dengan air mata saat memikirkan hidupku bersama laki laki dan malam. Aku merasa diriku memang tak diciptakan untuk kehidupan yang biasa.
Setiap malam aku mendandani diriku secantik mungkin untuk menarik perhatian para laki laki hidung belang yang datang. Ah…. Tidak semuanya bisa disebut hidung belang. Mereka datang dengan berbagai macam alasan yang sengaja dibuat untuk membenarkan dan memaklumkan kedatangan mereka ditempat pelacuran ini. Aku tidak pernah ambil pusing dengan siapapun yang datang, yang penting mereka membawa uang. Setiap hari aku berada di dalam kepulan-kepulan asap rokok tebal dari mulut para lelaki berduit yang kutemani duduk-duduk, minum, sampai akhirnya ke kamar tidur. Aku tidak pernah mengerti, apa hebatnya tempat pelacuran seperti ini, yang jelas mereka selalu datang dan datang lagi. Akupun tak pernah berpikir tentang dosa ataupun rasa terluka dari para istri yang suaminya begitu suka datang kekompleks hiburan malam ini. Para lelaki itu sepertinya telah mabuk kepayang dengan pesona para primadona kompleks pelacuran ini. Mereka itu adalah para lelaki kesepian yang butuh pelukkan Para lelaki kedinginan yang butuh kehangatan. Para lelaki yang merasa tidak dihargai lagi oleh pasangannya dan para lelaki yang tidak tahu lagi ke mana harus menghamburkan uang mereka yang berlebihan. Aku sadar, dengan takdirku, aku telah menabur dosa kepada semua laki laki yang pernah tidur bersamaku. Namun hati nuraniku telah terlatih untuk kebal terhadap sebuah perasaan dosa. Begitulah aku menjalani hari hariku sebagai seorang pelacur.
Kemarin aku sempat mereguk sebuah kebahagiaan. Seorang lelaki berusia tiga puluhan yang hampir beberapa bulan menjadi langgananku, mengaku telah jatuh cinta kepadaku. Selama ini aku tidak pernah berani untuk jatuh cinta kepada lelaki manapun. Aku merasa tidak pernah punya tempat dihati laki laki. Tetapi lelaki itu telah mampu membuat hatiku bergetar saat bersamanya menghabiskan malam malam yang indah. Dalam sekejap dia telah mampu memberi warna yang lain dalam hidupku. Inilah pertama kalinya aku jatuh cinta. Jatuh cinta. terhadap laki laki beristri. Mungkin hanya cinta terlarang seperti inilah yang bisa kumiliki. Cinta dari dua orang yang sama sama merasa kesepian. Sejak lelaki itu mengaku mencintaiku, diapun menyewa semua malam yang aku miliki, dan jadilah dia satu satunya lelaki yang meniduriku belakangan ini. Karena Bastian, laki laki yang mengaku jatuh cinta padaku itu, aku tak mau menerima tamu yang lain. Aku menjadi wanita simpanan yang mampu mengisi kekosongan hatinya. Sesuatu yang katanya tak pernah dia dapatkan dari pernikahannya. Mungkin aku memang tak tahu diri dan bodoh kalau terlalu mengharapkan lebih dari Bastian. Tapi begitulah manusia, selalu merasa tidak pernah puas dengan apa yang telah didapatkannya. Harusnya aku tak perlu lagi menuntut lebih terhadap Bastian, karena hampir semua malam telah dia berikan kepadaku. Untuk itulah aku memaksa Bastian untuk meningkatkan statusku dari seorang pelacur menjadi seorang istri, meskipun hanya untuk menjadi istri kedua. Tak mengapa, bukankah dulu akupun pernah menjadi seorang selir?
Mencicipi kebahagiaan sesaat itu telah membuatku lupa bahwa sebenarnya Bastian itu hanyalah laki laki kebayakkan yang memang suka mendua. Aku telah menenggelamkan diriku dalam cinta semu milik Bastian. Cinta semu untuk seorang pelacur sepertiku. Karena Bastian akupun sempat bermimpi hidup dengan normal. Namun semua itu hanyalah anganku saja, karena ternyata istri bastian akhirnya mencium hubungan kami. Istrinya datang ketempat pelacuran mencariku. Dia begitu anggun dan berwibawa. Berhadapan dengan perempuan yang begitu berkilau dengan wajah yang menarik, benar-benar membuatku merasa rendah dan tidak ada artinya. Dia mencaci maki dan menghardik aku “ Aku tahu hubunganmu dengan suamiku, seharusnya pelacur sepertimu tahu diri dan tidak mengganggu suami orang!” “Aku tahu hanya uangkan yang kamu butuhkan? Sebut berapa yang kamu mau?” Katanya lagi dengan nada yang sangat sinis. Wajahku terasa panas, air mataku hampir tumpah, tapi aku berusaha menahannya. Bagi orang orang suci seperti istri Bastian, pelacur yang telah mengganggu suaminya memang pantas dicaci maki. Tetapi kenapa harus pelacur yang disalahkan? Kenapa bukan laki laki beristri itu atau laki laki yang kerap meniduriku yang harus disalahkan? Mereka memiliki komitment dalam pernikahan, tetapi kenapa masih saja datang ketempat tempat pelacuran? Mungkin begitulah hukum alam, orang orang rendah seperti kami memang layak untuk dijadikan obyek penderita. Sebenarnya ini bukanlah pertama kali aku dicaci maki oleh para istri laki laki yang kerap datang ketempat pelacuran ini. Tak jarang perempuan perempuan yang mengaku suci itu melabrakku habis habisan, mereka mencaciku sebagai pengganggu rumah tangga orang. Namun entahlah kenapa dihadapan istri Bastian, aku merasa menjadi wanita yang paling kotor, paling hina dimuka bumi ini. Aku malu berhadapan dengan wanita anggun ini. Aku tak pernah menduga kalau ternyata istri yang selalu ditinggalkan oleh Bastian ini adalah perempuan yang benar benar jauh lebih menarik dibandingkan denganku. Dalam hati aku mengutuki Bastian, karena dia telah berhasil menipuku dengan semua rayuannya dan cinta murahan yang dia berikan kepadaku. Hingga aku terhanyut dalam cintanya. Istri yang diceritakan oleh Bastian benar benar bertolak belakang dengan kenyataannya. Bagi pelacur seperti kami, hinaan orang telah menjadi makanan kami sehari hari. Cacian sebagai pengganggu rumah tangga orang itupun seringkali terdengar ditelingaku. Aku benar benar tak tahu harus berkata apa menanggapi cacian dari istri bastian. “ Maaf mbak, mungkin sebaiknya mbak bertanya kepada suami mbak, kenapa dia lebih suka datang ketempat pelacuran ini dibandingkan harus pulang kerumah!” hanya kalimat itulah yang akhirnya keluar dari mulutku. Tapi ternyata kata kataku cukup mampu membuat harga dirinya tertampar. Dengan bergegas meninggalkanku, dia masih saja mengeluarkan kata kata yang memang biasa aku dengar “Dasar pelacur murahan!”. Aku cuma tersenyum getir menanggapinya. Airmata yang dari tadi aku tahan menetes juga. Anganku untuk menjadi seorang istripun akhirnya pupus begitu saja. Sejak kejadian itu Bastian tidak pernah menampakkan batang hidungnya lagi ketempat pelacuran ini. Akupun tidak pernah berniat untuk mengubunginya. Ku biarkan diriku terbenam kembali kedalam lembah noda. Yah….mungkin memang disinilah tempatku. Tawa ceria dan segala candaku bersama Bastian itu ternyata tidak berumur lama. Begitu cepat perginya, sampai aku tak sempat memeluknya. Kebahagiaan agaknya, tidak pernah berpihak kepadaku. Segala sesuatunya sirna seketika. Berubah menjadi serba hitam dalam hidupku yang memang selalu dinaungi dengan kekelaman.
Dengan kejadian itu akhirnya membuatku berpikir, ternyata kadang pelacur seperti kamipun lebih berharga dari para istri yang mengaku suci itu. Bagaimana mungkin istri mereka yang begitu anggun dan cantik hanya disejajarkan dengan pelacur seperti kami. Jadi apa yang salah dengan kecantikan dan keanggunan mereka? Apa yang hebat dari pelacur seperti kami? Suami suami mereka bahkan mengakui kehebatan kami. Bagaimana cara kami memperlakukan mereka, semua sikap kami telah membuat mereka merasa menjadi laki laki yang berharga dan sempurna. Paling tidak begitulah pengakuan dari para suami dan laki laki yang sering datang ketempat pelacuran ini. Rasanya ingin kuberitahukan kepada seluruh wanita dibumi ini bahwa sebenarnya tidak ada yang hebat dari pelayanan kami. Hanya saja para laki laki itu adalah mahluk yang memang selalu ingin dihargai. Sebagai tamu kami, mereka kami perlakukan seperti raja, mereka menerima begitu banyak sanjungan dari kami yang mungkin saja tidak pernah mereka dapatkan dari pasangannya ataupun dari siapapun. Tidak peduli mereka laki laki yang bertampang rupawan, jelek, pendek, tinggi atau bahkan om om gendut sekalipun, kami tetap memperlakukan mereka seperti layaknya raja. Mungkin itulah kelebihan kami sebagai pelacur, karena dengan sikap penghargaan kami seperti itulah mereka akan datang kembali. Ditempat pelacuran ini mereka merasa dihargai. Aku tahu sebagai pelacur, aku tak pantas untuk memberi nasehat kepada siapapun, tapi paling tidak ceritaku ini bisa bermanfaat bagi semua perempuan yang suaminya mulai tidak betah berada dirumah. Kalian sebagai istri mungkin bisa memperlakukan suami suami kalian seperti yang telah kami lakukan. Menghargai mereka, menghormati mereka serta memperlakukan mereka sebagai mahluk yang paling istimewa dihati kalian. Jadi kenapa harus pelacur yang disalahkan?
Hidup Ini sudah ada yang menentukan. Tentu saja aku tidak memiliki kekuatan untuk bisa menghindar dari sebuah kenyataan. Semua kejadian begitu saja terjadi tanpa pernah kurencanakan. Cinta semu yang dihantarkan oleh Bastian kepadaku akhirnya memberikanku kesadaran bahwa setiap manusia dibumi ini diciptakan berharga dimata yang Kuasa. Meski cinta itu hanya sesaat ditawarkan kepadaku, namun cinta itu telah mampu membuat mata hatiku terbuka terhadap sesuatu yang sama sekali tidak baik menjadi baik. Setelah kejadian itu, aku memutuskan untuk meninggalkan dunia hitam yang telah membesarkan aku. Semula tante Monik, induk semangku tidak mengijinkan kepergianku, tapi mengingat sudah 15 tahun aku mengabdi kepadanya, akhirnya dia meluluskan permintaanku. Aku ingin berada didunia yang baru. Menjalani kehidupan yang baru, kehidupan yang bisa membuat orang lain lebih bisa menghargai aku. Tak peduli kehidupan seperti apa, namun aku ingin sekali berada ditempat yang berbeda, dimanapun itu, asal tidak ditempat pelacuran ini.
Hidup meniadi perempuan baik baik memang tidak mudah. Statusku sebagai mantan pelacur membuat orang orang disekelilingku kurang menghargai keberadaanku. Begitu banyak tatapan tatapan sinis yang aku terima dari lingkungan dimana aku tinggal.. Namun pada akhirnya aku menyukai duniaku dengan segala ketenangannya. Aku tak ingin menanggapi orang orang itu yang tak tahu apa apa tentang perasaanku. Mereka hanyalah orang orang bodoh yang sok tahu. Mereka semua membicarakannku penuh kesenangan, seolah olah aku ini kotoran yang menjijikkan yang harus dihindari. Tetapi aku akan membiarkan mereka melakukan itu, karena aku tahu ada seseorang yang memperlakukanku dengan baik. Yach…. Tuhan, Tuhan tahu yang terbaik untukku dan Dia telah mengangkatku dari Lumpur dosa untuk menjadi manusia yang berharga dimataNya. Dan aku yakin bekas pelacur kotor seperti akupun akan layak masuk ke dalam surga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih untuk setiap komentar yang telah dikirimkan, apapun itu akan membuat aku menjadi lebih belajar lagi untuk menulis dan menulis!!!